Daurah Hadis & Maulid Nabi Muhammad SAW Program Khusus Ulama UIN Antasari
Banjarmasin, (24/09/23) Program Khusus Ulama (PKU), Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Antasari Banjarmasin, mengadakan event Daurah hadits sekaligus Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. yang bertempat di masjid Abdurrahman Ismail. Bertemakan ترقية حماس الدعوة بإحياء السنة النبوية , mahasiswa/i Pku mencoba untuk bisa menjadikan hadits-hadits Nabi hidup, serta memiliki sandaran ketersambungan sanad kepada muallif hingga Nabi.
Dibuka oleh dekan Fakultas Ushuluddin, diharapakan melalui acara Daurah Hadits yang terhitung telah 1 dekade dilaksanakan oleh PKU sejak awal berdirinya, acara ini dapat menambah kecintaan serta memberikan pemahaman yang benar bagi para peserta yang mengikuti nya.
Acara Daurah Hadits tahun 2023 ini sendiri, mengundang H. Ahmad Humaidi, Lc., M.Pd.I., seorang ketua komisi Fatwa MUI kabupaten HSU serta Mudir/Direktur Ma’had Aly RAKHA, Amuntai. Dimulai dengan membaca Al-fatihah, sebagaimana kebanyakan majlis secara umum, acara daurah hadits ini pun dimulai. Kemudian, narasumber membacakan sanad hadits yang beliau miliki dari guru-guru beliau.
Diawali dengan sanad musalsal awaliyah, mengenai hadits siapa saja yang mengasihi penduduk bumi (ahli bumi), maka akan dikasihi juga oleh penduduk langit. Kemudian di Syarh (jelaskan) oleh narasumber mengenai hadits ini.
Selanjutnya, dengan metode halaqah narasumber meminta kepada peserta yang hadir untuk membacakan secara bergantian mengenai hadits serta muqaddimah yang ada di dalam kitab Atbai’in Nawaiyah. Di muqaddimah, muallif kitab memulai dengan pujian kepada Allah (Alhamdulilah), serta pujian-pujian lainnya. Di dalam sini juga (muqaddimah), Imam Nawawi menjelaskan mengenai hadits tentang keutamaan menghafal 40 hadits. Narasumber menjelaskan, bahwa setidaknya para penerus ulama menghafal 40 hadits ini.
Imam Nawawi dibagian muqaddimah ini menyebutkan, bahwa telah ada banyak ulama yang mengarang mengenai hadits Nabi ini, sehingga beliau mengikuti jejak langkah tersebut. Narasumber juga memotivasi, untuk mengumpulkan sendiri hadits-hadits seperti ini. Namun, haruslah memiliki niat yang ikhlas karena Allah, karena semua hal tergantung pada niat.
Sebagaimana hadits pertama dalam kitab Arba’in Nawawi yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar, bahwa segala hal tergantung dengan niat yang dimiliki. Narasumber pun menjelaskan mengenai niat, yang mana urgensi daripada niat ini sangatlah besar. Bahkan, dengan adanya niat ini bisa menjadi sebuah pembeda antara sebuah kebiasaan dan ibadah. Seperti, makan adalah sebuah kebiasaan, namun saat berniat makan karena Allah ta’ala, maka bisa menjadi sebuah ibadah. Selain itu, niat juga menjadi pembeda tingkatan ibadah.
Hadits Kedua, merupakan hadits yang membahas mengenai dasar-dasar agama, yakni iman, islam, dan ihsan. Kesimpulannya, dalam agama Islam setidaknya ada 3 dimensi ilmu yang wajib di pelajari, yaitu mengenal Allah (tauhid/Iman), fikih (Syariat/Islam), dan yang terakhir adalah tazkiatun nafs (Ihsan/Tasawuf). Narasumber menjelaskan bahwa, ujung dari niat melakukan semua itu adalah bagaimana ikhlas lillahi ta’ala. Ikhlas sendiri merupakan hal yang tidak bisa didapat dengan mudah, karena ikhlas merupakan bentuk anugrah dari Allah SWT. Diantara kiat mencapai keikhlasan adalah dari tauhid, dimana yang benar-benar ada hanyalah Allah. Kemudian, hadits ini juga menjelaskan mengenai apa saja tanda-tanda dari hari kiamat. Seperti, orang-orang yang telanjang kaki namun berlomba-lomba membangun bangunan mewah, serta seorang budak yang melahirkan tuannya. Kemudian dibagian akhir hadits ini, menjelaskan bagaimana adab seseorang dalam menuntut ilmu.
Hadits ketiga, menjelaskan mengenai agama Islam yang dibangun di atas lima perkara, yakni persaksian tidak ada nya Ilah selain Allah dan Muhammad utusannya, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji ke baitullah, kemudian ditutup dengan berpuasa di bulak Ramadhan.
Hadits ke empat, mengenai proses penciptaan manusia. 40 hari pertama dalam bentuk nuthfah, 40 hari kedua menjadi ‘alaqah, 40 hari ketiga menjadi mudhghoh dan seterusnya. Dimana, bagi para orang tua yang kehilangan anaknya, kemudian ikhlas atas kehilangan tersebut. Si anak akan menjadi pembela terhadap orang tua nya di akhirat nanti. Bagian akhir hadits sendiri menjelaskan mengenai bagaimana seseorang yang awalnya baik, bisa menjadi buruk dan begitu pula sebaliknya.
Hadits ke lima, menjelaskan mengenai masalah bid’ah. Yakni, barangsiapa mengadakan hal baru dalam urusan (agama) yang bukan bagian darinya, maka ia ditolak. Namun, pengertian bid’ah disini sendiri memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Hadits ke enam, pada hadits ke-enam ini menjelaskan mengenai bagaimana jelas nya sebuah ke haraman, jelas nya sebuah ke halalan, namun ada perkara-perkara yang berada di tengah-tengah ataupun haram (syubhat), maka itu harus dihindari. Khususnya bagi para calon ulama. Kemudian, di akhir hadits ini membahas mengenai hati. Dimana dari hati ini, merupakan awal dari kebaikan dan awal dari keburukan. Setidaknya, ada lima hal yang menjadi dasar dari lembutnya hati, seperti membaca Al-Qur’an dengan tadabbur, tidak banyak makan, sholat malam, bangun di waktu malam, serta berteman dengan orang-orang shaleh, bisa juga ditambah dengan makan-makanan yang baik.
Hadits ke tujuh, membahas mengenai agama adalah nasehat. Dimana di dalam sabda nya, ditanyakan untuk siapakah agama sebagai nasehat itu, nabi mengatakan bahwa itu untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan umat pada umumnya.
Hadits ke delapan, orang yang harus diperangi.
Hadits ke sembilan, menjauhi larangan dan melaksanakan perintah. Dibagian akhir hadits ini menjelaskan mengenai orang-orang yang bertanya untuk menghinakan seseorang, ataupun mengetes orang lain, hal ini bukan lah hal yang baik, bahkan menjadi salah satu hal yang membinasakan.
Hadits ke sepuluh membahas mengenai betapa Allah mencintai sesuatu yang baik (makanan yang baik). Dimana dari makanan ini memberikan banyak dampak, seperti dalam hadits ada orang yang berteriak-teriak meminta kepada Allah, padahal semua yang ada di dalam dirinya merupakan hal haram. Maka haruslah bagi kita untuk memakan makanan yang baik dan menghiasi diri dengan hal yang baik.
Hadits ke sebelas, membahas mengenai meninggalkan semua hal yang meragukan. Hal yang meragukan disini sendiri berkenaan dengan syubhat
Hadits ke dua belas, membahas mengenai meninggalkan suatu hal yang tidak berguna baginya. Narasumber menjelaskan hadits ini dengan psrkataan imam Hasan Al-Basri, yakni diantara salah satu tanda bahwa Allah berpaling dari seorang hamba (tidak suka, bahkan benci) adalah menyibukkan seseorang dengan hal sia-sia. Padahal, manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya.
Hadits ke tiga belas, membahas mengenai mencintai saudara. Dimana hal ini berkenaan dengan saudara, sebagaimana hadits lainnya yang menjelaskan bahwa “bukan bagian dari kami, orang yang tidak peduli dengan urusan umat muslim lainnya”.
Hadits ke empat belas, mengenai tidak halal nya darah seorang muslim (orang yang telah mengucapkan dua kalimat sayahadat). Kecuali orang yang
Hadits ke lima belas, membahas mengenai berkata baik atau diam. Secara ringkas (kesimpulannya) hadits ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dengan hari akhir, maka hendaklah kita memuliakan tetangga, memuliakan tamu dan selalu berkata kebaikan, jika tidak mampu maka diam lebih baik.
Hadits ke enam belas, membahas mengenai larangan untuk marah. Marah disini merupakan orang yang marah dengan tidak terkontrol, bukan berarti Nabi melalui hadits nya memaksa seseorang untuk tidak marah sama sekali. Narasumber mengatakan bahwa diperbolehkan marah kepada orang yang berbuat hal yang tidak baik, dan tentunya dengan masih tetap memperhatikan adan.
Hadits ke tujuh belas, menjelaskan mengenai berbuat baik atas segala sesuatu. Bahkan terhadap binatang, saat menyembelihnya.
Hadits ke delapan belas, menjelaskan mengenai bertakwa.
1. Bertakwa kepada Allah
2. Kerjakan selalu kebaikan-kebaikan
3. Menjaga Akhlak
Hadits ke sembilan belas, membahas mengenai menjaga Allah. Dimana, semakin besar cinta kita kepada Allah, maka seperti itulah cinta Allah kepada orang tersebut.
Hadits ke dua pulun, membahas mengenai berbuatlah sesuka mu. Kata-kata seperti ini merupakan bagian dari sarkasme, dimana jika seseorang tidak mempunyai malu dalam berbuat hal-hal buruk, maka dipersilahkan untuk berbuat sesukanya. Namun, tunggulah pembalasan dari hal tersebut. Seolah-olah kata tersebut merupakan hal ketidakpedulian dari Allah keada si hamba.
Setelah itu, dibacakan nama-nama ulama yang menjadi tempat narasumber mengambil ijazah beliau, kemudian di ijazahkan. Setelah proses pengijazahan selesai, dilanjutkan dengan pengijazahan sanad tasbih dari guru-guru beliau (Ijazah musalsal munawalah sibhah).
Wallahu A’lam
