Pembagian Harta : Kajian Fiqh

Banjarmasin, Kamis (04/05/23) kembali berlangsung halaqah Fiqih di masjid kampus 1 Abdurrahman Ismail mengenai pembagian harta dengan metode yang ketiga, yakni qismah ar-rad. Dalam syarah matan Abu Syuja ini digambarkan bahwa ada sepetak tanah yang ingin dibagi, dimana tanah itu disalah satu sisinya ada sumur. Tentu saja hal seperti ini tidak seimbang, padahal sumur tersebut memberikan manfaat. Kemudian juga dicontohkan, ada sebuah rumah yang memiliki beberapa kamar yang tidak mungkin bisa dibagi. Maka dalam hal ini, ditentukan lah nilai dari bagian khusus tersebut (tanah yang ada sawah nya, atau ruangan yang tidak bisa dibagi).

Dalam hal ini, pembimbing halaqah mencontohkan dengan sumur yang di taksir nilai nya kurang lebih 1 jt, maka salah satu pihak yang ingin memiliki sumur secara utuh harus membayar setengah nya.

Dalam pembagian jenis ini, tidak ada paksaan (Ijbar). Selain hal tersebut, bisa juga kongsi berupa hamba sahaya, namun tidak sama dari segi kualitas. Maka pembagian nya seperti yang di atas. (Ini merupakan pendapat yang paling masyhur)

Disyaratkan untuk pembagian dengan ar-rad ini memgadakan pengundian terlebih dahulu, tentang siapa yang menebus nya dengan kesepakatan saling ridho dengan hasil undian. Contoh shigat nya adalah, radhina bi hadizhil Qismah atau lainnya.

Apabila kita sudah bisa memahami hal ini,namun tidak mungkin menilai nya dari segi penilaian kualitas. Maka tidak memerlukan dua orang dalam hal pembagian yang disuruh hakim. Dimana ia yang ditunjuk hakim ini, memiliki sifat yang hampir sama dengan orang yang ditunjuk hakim ini, yakni memilki sifat memaksa dalam pembagiannya. Hal inilah yang diperpegangi oleh mazhab kita dan sekelompok orang di dalam nya.

Namun, ketika barang yang ingin dibagi itu menuntut unsur penilaian, maka tidak cukup pembagi nya hanya satu, harus dua orang. Karena tidak cukup, penilian itu hanya dari satu orang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ar-Rafi’i dan lainnya, hal ini juga di amini oleh imam Nawawi. Ibnu Rif’ah berkata bahwa jika seorang hakim mendengar dari saksi, dan membagi harta tersebut maka tidaklah cukup. Karena harus ada dua orang, dengan syarat-syarat yang ditentukan.

Mengapa harus ada dua orang yang membagi? Dalam hal ini ada alasan kuat, sebagaimana di sebutkan dalam ar-Raudah imam Nawawi jika ia memerlukan penilaian maka harus dua orang.

Boleh seorang hakim menunjuk seorang qasim (pembagi) menjadikannya seorang hakim dalam hal pembagian.

Ketahuilah, bahwasanya jika ada orang yang berkongsi kemudian menyerahkan pada seseorang dengan unsur taraddhi, maka cukup satu orang, tanpa adanya khilaf.

Wallahu A’lam bi Shawwab