Kajian Tasawuf : Rezeki Dari Allah Swt
Jumat (14/04/23) kembali dilaksanakan halaqah tasawuf yang berada di bawah bimbingan ustadz Bashori, M.Ag. Sedangkan yang bertugas membaca adalah Zaini Ahmad Ghani, mahasiswa PKU angkatan 2021.
Pertemuan kali ini melanjutkan pembahasan sebelumnya, yakni pada poin ke-4. Dimana membahas mengenai jaminan Allah SWT atas hamba-Nya, yang dalam hal ini berfokus pada mencukupi kebutuhan suplai makanan untuk memastikan pemeliharaan dan pertumbuhan tubuh hamba-Nya.
Dijelaskan oleh muallaif kitab, bahwasanya saat seorang hamba mencurahkan secara khusus segala yang ada dalam dirinya untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengisolasi atau tidak bergantung terhadap apapun kepada selain Allah. Maka akan nampak seolah-olah semua rezeki yang dimilikinya tertahan. Seharusnya, dalam hal seperti ini seorang hamba tidak boleh merasa kesal, karena nyatanya Allah telah berjanji akan menjaga tubuh seorang hamba tetap tegak dalam beribadah kepada-Nya.
Lalu, bagaimana dengan orang yang meninggal karena lapar? Maka dalam kasus ini, bukan lapar itulah yang menjadi sebeb kematian orang tersebut, tetapi ajal nya lah yang membuat kematian datang menghampiri nya. Artinya, Allah akan terus memberikan tenaga dan kekuatan bagi hamba-Nya untuk beribadah dan mengabdi, selama ia masih memiliki umur dan tugas untuk beribadah.
Allah SWT merupakan sang pemilik kekuasaan, Dialah yang mampu menentukan apakah seorang itu haus ataupun lapar. Apakah hal tersebut akan hilang dengan adanya perantara minum ataupun makan. Tetapi jika Dia mau, Ia pun mampu membuat hamba-Nya kenyang dan tidak haus hanya dengan tanah, debu ataupun membaca kalimat tahlil dan tasbih. Seperti halnya malaikat.
Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan para zahid dan abid di masa lalu dapat melakukan perjalanan jauh berhari-hari tanpa adanya asupan makan ataupun minum, namun tetap mampu beribadah dengan tubuh yang kuat. Mislanya saja, Sufyan ats-Tsauri yang selama lima belas hari di Mekkah hanya makan pasir setelah kehabisan bekal. Begitu pula para ulama lainnya.
Wallahu A’lam
