Kajian Hadis: Dua Golongan yang Berselisih dalam Surah Al-Hajj Ayat 19
Pada Selasa, 23 Desember 2025 telah dilaksanakan halaqah subuh di Masjid Abdurrahman Ismail, UIN Antasari Banjarmasin. Materi yang dikaji ialah hadist Shahih Muslim jilid 2, kitab tafsir bab في قوله تعالى: هذان خصمان اختصموا فى ربهم
حدثنا عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ : حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ ، عَنْ أَبِي هَاشِمٍ، عَنْ أَبِي مِجْلَةٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا ذَرِّ يُقْسِمُ قَسَماً إِنَّ : هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ﴾ [الحج : ١٩] إِنَّهَا نَزَلَتْ فِي الَّذِينَ بَرَزُوا يَوْمَ بَدْرٍ : حَمْزَةُ ، وَعَلِيٌّ ، وَعُبَيْدَةُ بْنُ الْحَارِثِ، وَعُتْبَةُ وَشَيْبَةُ ابْنَا رَبِيعَةَ، وَالْوَلِيدُ بْنُ عُتْبَةَ
Artinya: Amr bin Zurarah telah memberitahukan kepada kami, Husyaim telah memberitahukan kepada kami, dari Abu Hasyim, dari Abu Mijlaz, dari Qais bin Ubad, ia berkata, “Saya mendengar Abu Dzar bersumpah bah-wa firman Allah Ta’ala, “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka.” (QS. Al-Hajj: 19) turun terkait dengan orang-orang yang berperang pada pertempuran Badar, yaitu Hamzah, Ali, Ubaidah bin Al-Harits, Utbah dan Syaibah dua orang anak Rabi’ah, dan Al-Walid bin Utbah.”
Dalam Syarah Muslim Imam Nawawi, hadist ini dikritik oleh Ad-Duruquthni karena terdapat perbedaan terhadap jalur periwatannya, sehingga menurutnya hadist ini berstatus mudhtharib. Namun Imam Nawawi menolak hal tersebut dan mengatakan bahwa Qais memang mendengar keterangan ayat tersebut lebih dari satu sahabat. Hal tersebut sering terjadi di masa tabi’in, di mana hadist kadang disampaikan dalam bentuk fatwa tanpa sanad lengkap dan di kesempatan lain disampaikan secara marfu’ dengan lafsz aslinya. Selama perbedaan tersebut tidak memiliki pertentangan makna, maka riwayat tersebut tidak berstatus mudhtharib dan dianggap dhaif.
Hadist tersebut menjelaskan mengenai sebab turunnya surah Al-Hajj ayat 19 tentang “dua golongan yang berselisih mengenai Tuhan merka.” Ayat ini berkenaan dengan peristiwa Perang Badar. Pertengkaran tersebut adalah konflik dalam hal akidah keimanan kepada Allah dengab kekafiran. Sehingga perang karena membela agama dibolehkan. Hadist ini tetap relevan sampai masa sekarang, di mana umat muslim harus terus mempertahankan dan membela agamanya.



