PEMBAHASAN TAFSIR SHAFWAH AL-TAFASIR TENTANG OLOK-OLOKAN ORANG MUSYRIK KEPADA NABI (QS. HUD: 8–12)
PEMBAHASAN TAFSIR SHAFAWAH AL-TAFĀSĪR TENTANG OLOK-OLOKAN ORANG MUSYRIK KEPADA NABI (QS. HŪD: 8–12)
Pada hari Rabu, 19 November 2025, telah berlangsung kegiatan Halaqoh Rutinan dengan agenda kajian kitab Shafwah al-Tafāsir. Kajian pada pertemuan ini dipusatkan pada pembahasan Surah Hūd ayat 8–12, dengan tema utama mengenai tantangan Allah kepada orang-orang kafir serta penegasan sifat-sifat manusia ketika menghadapi nikmat dan musibah.
Acara halaqoh dipimpin oleh Ustadz Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M.Ag., selaku pengampu halaqoh, dan materi pada pertemuan ini dipresentasikan oleh Muhammad Mirazul Haq.
Ringkasan Kajian Utama
Pembahasan berfokus pada tafsir Surah Hūd ayat 8–12, dengan poin-poin sebagai berikut:
Pertama, Penundaan azab sebagai ujian dan bentuk tantangan Allah kepada kaum musyrik.
Ketika Allah menunda turunnya azab hanya dalam waktu singkat, kaum musyrik justru mengejek dan mempertanyakan apa yang menahan azab tersebut. Namun ketika azab benar-benar turun, tidak ada satu pun yang dapat menolaknya; azab itu datang sebagai balasan atas ejekan dan pendustaan mereka terhadap wahyu.
Kedua, Penggambaran karakter dasar manusia. Tafsir menegaskan bahwa manusia pada umumnya bersifat mudah berputus asa ketika rahmat Allah seperti kesehatan, keamanan, dan rezeki diambil kembali. Sebaliknya, ketika memperoleh kelapangan setelah kesulitan, manusia cenderung merasa aman dari keburukan, menjadi sombong dan membanggakan diri. Namun sifat tercela ini tidak berlaku bagi orang beriman, karena mereka sabar di saat sulit dan tetap beramal saleh di saat lapang sehingga memperoleh ampunan dan pahala besar.
Ketiga, Kondisi psikologis Nabi Muhammad ﷺ saat menghadapi tuntutan kaum musyrik.
Kaum musyrik meminta mukjizat seperti harta karun atau malaikat sebagai bukti kerasulan. Ejekan tersebut dapat membuat dada Nabi terasa sempit dalam menyampaikan wahyu. Karena itu Allah menegaskan agar beliau tidak ragu atau merasa berat dalam menyampaikan risalah, sebab tugas Nabi hanyalah memberi peringatan; adapun penjagaan dan pengawasan penuh adalah kehendak Allah.
Sesi Tanya Jawab
Salah satu peserta mengajukan pertanyaan mengenai kondisi seseorang yang ahli maksiat namun tetap memperoleh banyak kenikmatan:
“Apakah kondisi seperti itu termasuk istidrāj atau rahmat?”
Pemateri menjelaskan bahwa jika seorang mukmin mengalami kondisi demikian, ia seharusnya memperbanyak istighfar. Sebab manusia tidak mengetahui apakah nikmat tersebut merupakan istidrāj yang menjerumuskan atau rahmat yang Allah berikan.
Tambahan Penjelasan dari Pengampu Halaqoh
Ustadz Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M.Ag. memberikan beberapa poin penting:
- Istidrāj adalah sesuatu yang tidak biasa, diberikan kepada orang yang terus-menerus bermaksiat agar ia semakin tenggelam dalam dosanya. Namun rezeki yang diberikan kepada seseorang tidak berkaitan langsung dengan istidrāj.
- Istilah istidrāj tidak tepat digunakan untuk orang kafir, karena konteksnya berbeda dengan orang beriman.
- Jangan sembarangan memelesetkan istilah istidrāj, karena dapat menyebabkan kesalahan pemahaman.
- Perlu kehati-hatian dalam mengutip penjelasan kitab tafsir, agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami maksud ulama.
Demikian berita acara ini dibuat sebagai dokumentasi resmi kegiatan halaqoh rutinan pada tanggal 19 November 2025. Semoga kajian ini menambah pemahaman dan mengokohkan keimanan para peserta dalam mempelajari Al-Qur’an dan tafsirnya

