
Halaqah Hadis: Tanda Hari Kiamat
4 November 2025, telah dilaksanakan kembali kegiatan Halaqah Kajian Hadits oleh mahasiswa dan mahasiswi PKU-PKPM, di bawah bimbingan dosen pengampu Ustadz Dzikri Nirwana, M.Ag. Adapun tema pembahasan kali ini adalah “Kitab Shifat al-Qiyāmah wa al-Jannah wa an-Nār” (Kitab tentang Sifat Hari Kiamat, Surga, dan Neraka).
Petugas halaqah yang bertugas yaitu Aulia Rahmawati, salma, Tangiu billatifah, Mazidah, dan Naima Azizah. Acara diawali dengan pembukaan oleh dosen pengampu, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan oleh para pemateri. Hadits yang menjadi fokus kajian adalah hadits nomor 2901, yang berbunyi:
حدثنا أبو خيثمة زهير بن حرب وابن أبي عمر قالوا حدثنا سفيان بن عيينة عن الفرات بن السائب عن أبي الطفيل عن حذيفة بن أسيد الغفاري قال: اطَّلع النبي ﷺ علينا ونحن نتذاكر، فقال: «ما تذاكرون؟» قالوا: نذكر الساعة، قال: «إنها لن تقوم حتى تروا قبلها عشر آيات»، فذكر الدخان والدجال والدابة وطلوع الشمس من مغربها ونزول عيسى ابن مريم ويأجوج ومأجوج وثلاثة خسوف: خسف بالمشرق وخسف بالمغرب وخسف بجزيرة العرب، وآخر ذلك نار تخرج من اليمن تطرد الناس إلى محشرهم.
Pemateri memulai dengan pembacaan matan hadits, dilanjutkan terjemahan, penjelasan mufradat, takhrij hadits, serta pembacaan syarah, dengan penjelasan Syarah sebagai berikut:
Nabi ﷺ bersabda bahwa kiamat tidak akan terjadi hingga muncul sepuluh tanda besar, di antaranya asap (ad-dukhān) dan Dajjal. Para ulama berbeda pendapat tentang makna asap tersebut. Ibnu Mas‘ūd menafsirkan bahwa asap itu merupakan kiasan dari kekeringan dan kelaparan yang menimpa kaum Quraisy, hingga mereka seakan melihat asap di langit karena parahnya penderitaan. Sementara Hudzaifah, Ibnu ‘Umar, dan al-Hasan berpendapat bahwa asap itu merupakan tanda besar kiamat yang belum terjadi, yang kelak akan menyesakkan napas orang-orang kafir, sedangkan bagi orang-orang beriman hanya terasa ringan seperti pilek. Sebagian ulama mencoba mengompromikan kedua pandangan tersebut dengan mengatakan bahwa ada dua asap: satu telah terjadi pada masa Nabi ﷺ, dan satu lagi akan muncul menjelang kiamat.
Adapun dabbah (makhluk melata) yang disebut dalam QS. an-Naml [27]: 82, para mufasir menjelaskan bahwa makhluk itu adalah binatang besar yang akan keluar dari Bukit Shafa. Ibn ‘Amr bin al-‘Ash bahkan menyebut bahwa makhluk ini adalah al-Jassāsah yang disebut dalam hadis tentang Dajjal. Sedangkan tanda terakhir adalah munculnya api besar dari dasar ‘Adn di Yaman, yang akan menggiring manusia menuju tempat berkumpul mereka di padang mahsyar. Al-Māwardī menjelaskan bahwa kota ‘Adn dinamakan demikian karena berasal dari kata al-‘udūn yang berarti “menetap,” sebab Raja Tubba‘ pernah menahan istri dan pengiringnya di sana. Dengan demikian, api yang keluar dari dasar ‘Adn itu merupakan api besar yang akan menjadi salah satu tanda akhir menjelang datangnya hari kiamat.
Kemudian dilanjutkan dengan sesi pertanyaan dari para penanggap utama, dilanjutkan pertanyaan dari penanggap umum, kemudian para penyaji menjawab pertanyaan dengan seksama.
Di akhir sesi, dosen pengampu menegaskan bahwa gambaran tentang surga dan neraka bersifat spekulatif, dalam arti tidak dapat dijangkau secara pasti oleh nalar manusia. Nabi ﷺ menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif agar dapat dipahami oleh para sahabat sesuai dengan konteks pengetahuan dan pengalaman mereka pada masa itu. Oleh karena itu, wajar jika kemudian para ulama berbeda pandangan dalam menafsirkan tanda-tanda kiamat dan realitas akhirat, sebab penjelasan-penjelasan tersebut banyak disampaikan dalam bentuk simbolik dan kiasan yang terbuka untuk beragam pemaknaan.
Perdebatan mengenai bagaimana bentuk dan urutan terjadinya tanda-tanda kiamat bukanlah sesuatu yang wajib diyakini secara detail dan mutlak. Yang terpenting bagi umat Islam adalah meyakini kebenaran adanya tanda-tanda tersebut, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis Nabi ﷺ, tanpa harus memastikan bagaimana wujud dan proses terjadinya. Sebab, hakikat kiamat dan perkara-perkara gaib lainnya termasuk wilayah ilmu Allah semata, sementara manusia hanya diberi pengetahuan sebatas yang diwahyukan. Sikap yang tepat adalah beriman, mengambil pelajaran, dan memperkuat keimanan melalui kesadaran bahwa semua itu mengingatkan kita akan kepastian akhir kehidupan di dunia.


