Kekuasaan Allah di Atas Segalanya: Peringatan dalam Surah Yunus 49–55

Pada hari rabu, 21 Mei 2025 kembali dilaksanakan halaqah rutinan, yaitu halaqah tafsir. Kajian tafsir hari ini membahas lanjutan dari Q.S. Yunus yaitu ayat 49–55 yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah SWT mengingatkan kita tentang peran Rasul dan bagaimana kekuasaan mereka memiliki batas. Rasul hanyalah penyampai wahyu mereka tidak bisa mendatangkan azab atau mukjizat tanpa izin Allah. Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, bukan karena kehendak manusia, bahkan seorang nabi sekalipun. Firman Allah:
قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak kuasa (menolak) mudarat dan tidak pula (mendatangkan) manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki.” Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak (pula) dapat meminta percepatan”. (Q.S. Yunus: 49)
Ayat ini merupakan Sindiran Keras bagi orang-orang yg mendustakan kebenaran, Allah SWT memerintahkan Nabi untuk menyindir mereka: “Bagaimana jika azab itu datang di malam hari ketika kalian sedang tidur? Atau di siang hari saat kalian sedang sibuk?” Artinya, azab bisa datang kapan saja tidak ada jaminan keselamatan bagi mereka yang sombong dan menolak kebenaran.
Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa penyesalan setelah turunnya azab tidak ada gunanya. Ayat ini juga menjadi peringatan keras agar manusia tidak meremehkan peringatan Allah SWT dan tidak menunda-nunda untuk beriman dan bertobat, sebagaimana difirmankan:
اَثُمَّ اِذَا مَا وَقَعَ اٰمَنْتُمْ بِهٖۗ اٰۤلْـٰٔنَ وَقَدْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ
“Apabila azab itu terjadi, apakah kemudian kamu baru memercayainya? Apakah (baru) sekarang (kamu beriman), padahal sebelumnya kamu selalu meminta agar ia disegerakan?”(Q.S. Yunus: 51)
Syaikh Al-Shabuni menekankan bahwa ayat ini dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menegaskan bahwa Rasulullah ﷺ tidak memiliki kekuasaan untuk mendatangkan manfaat atau mudarat bagi dirinya sendiri, kecuali dengan izin Allah. Setiap umat memiliki batas waktu (ajal) yang telah ditentukan, dan ketika waktu itu tiba, mereka tidak dapat menundanya atau mempercepatnya. Allah mengingatkan bahwa azab-Nya dapat datang kapan saja, baik di malam maupun siang hari, dan ketika azab itu datang, orang-orang yang dahulu meminta agar azab disegerakan akan menyesal. Namun, penyesalan dan keimanan mereka pada saat itu tidak akan diterima, karena waktu untuk bertobat telah berlalu. Allah menegaskan bahwa Dia tidak menzalimi hamba-hamba-Nya; sebaliknya, mereka sendirilah yang menzalimi diri mereka dengan mendustakan kebenaran. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya beriman dan bertobat sebelum datangnya azab, serta menunjukkan keadilan Allah dalam memberikan balasan sesuai dengan perbuatan manusia.
Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M.Ag menutup kajian dengan penekanan bahwa iman dan taubat berlaku pada kondisi yg telah ditetapkan, syarat diterimanya taubat ialah ketika sadar kalau yg dilakukan salah langsung kembali kepada kebenaran, dan tidak melakukan atau mengulangi kesalahan itu lagi, ini disebut taubat nasuha.Beliau juga menuturkan “ada juga taubat nasi, yaitu taubat yg bisa basi seperti layaknya nasi, ini bukan sebenar-benarnya taubat”.