Kajian tentang Najis Ma’fu anhu & Beristinja dalam kitab Kifayatul-Akhyar – Halaqoh Fiqih
Banjarmasin, 12 September 2024 – Pada waktu Shubuh ini, telah dilaksanakan Halaqah Fiqh yang dipandu oleh KH. M. Ghazali Mukeri, Lc. di Banjarmasin, dengan membahas masalah istinja menggunakan kitab *Kifayatu Al-Akhyar*.
Dalam kajian tersebut, KH. Ghazali mengupas mengenai berbagai aspek istinja dan tata cara bersuci yang penting bagi umat Islam.Salah satu pembahasan yang menarik adalah tentang “dukhuhanin najasah”, yaitu najis yang disebabkan oleh asap. Beliau menjelaskan bahwa angin dan asap memiliki sifat serupa, dan ada jenis najis yang dimaafkan (*ma’fu anhu*), seperti debu yang menempel saat beraktivitas di luar. Najis seperti ini sulit dihindari dan tidak membatalkan kesucian.
KH. Ghazali juga menyinggung tentang istijmar, yaitu bersuci dengan batu. Meski masih tersisa sedikit najis setelah menggunakan batu, hal ini ditoleransi sebagai bagian dari najis *ma’fu anhu*. Cara bersuci yang lebih utama menurut beliau adalah dengan memulai menggunakan batu, kemudian diikuti dengan air. Namun, boleh juga hanya menggunakan air atau hanya batu.Dalam penjelasannya, KH. Ghazali merujuk pada Surah At-Taubah ayat 108, di mana Allah mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan. Ayat ini disebut sebagai perintah untuk ahli Quba yang sangat memperhatikan bersuci.
Lebih lanjut, beliau menguraikan alasan mengapa lebih baik menggunakan batu terlebih dahulu kemudian air. Batu berfungsi untuk mengangkat zat najis (*’ain*), sedangkan air membersihkan bekasnya (*atsar*). Mengenai apakah batu harus suci atau tidak, terdapat perbedaan pendapat, tetapi selama diikuti dengan penggunaan air, hal itu dianggap tidak masalah.
Dalam bersuci dengan batu, jumlah batu yang digunakan harus minimal tiga, atau satu batu dengan tiga sudut. Batu harus digosokkan tiga kali, dan jika masih belum bersih, jumlah batu harus ditambah hingga najis benar-benar hilang.
Kajian ini diakhiri dengan kesimpulan bahwa penting untuk memahami tata cara bersuci yang benar, sebagaimana yang diajarkan dalam fiqih.
Wallahu A’lam bishowab.
