Hubungan Antara Dzat dan Sifat: Kajian Tauhid PKU
Banjarmasin (4/12/2023), kembali dilaksanakan halaqah tauhid yang dibimbing oleh Prof. mujiburrahman, MA. di Masjid Abdurrahman Ismail. Dan pada pertemuan ini masih melanjutkan pertemuan sebelumnya yang menggunakan kitab Ibnu Rusyd.
Disampaikan sebelum nya, bahwa yang dimaksud dengan Dzat, adalah istilah yang disebutkan oleh ahli kalam, sebagai sesuatu yang berdiri sendiri (substansi). Sedangkan sifat adalah sesuatu yang sifat nya aksiden (tidak bisa berdiri sendiri) tanpa adanya Dzat.
117. Adapun yang diperbincangkan dalam bab ini merupakan sesuatu yang sifatnya bid’ah menurut Ibnu Rusyd. pertanyaan mengenai sifat, apakah ia merupakan Dzat
118. Kaum Asya’riyah mengatakan: semua sifat-sifat tersebut merupakan sifat ma’nawiyah, yakni sifat tambahan bagi Dzat. Maka Allah mengetahui mengenai ilmu di diluar dzat-Nya. Sebagai sebuah analogi (qiyasu syahid ‘ala al-Ghaib). Maka jika hal tersebut terjadi, mungkin saja menyamakan Allah karena menggunakan entitas kehidupan. Maka bisa dikatakan, Dzat berdiri sendiri dan sifat melekat pada Dzat. Atau dikatakan oleh kaum asy’ariyah bahwa sifat berdiri sendiri. Sehingga menyebabkan arti Tuhan banyak. Dan ini merupakan prkataan kaum Nasrani, yang mengatakan bahwa Tuhan ada tiga. Padahal Allah sudah berfirman, bahwa telah kafir orang yang berkata, Allah itu adalah salah satu yang tiga.
Apabila dikatakan salah satunya berdiri dengan dzat-Nya dan yang lain berdiri dengan sendirinya. Maka harus ada aksiden dan substansi.
119. Dan seperti itu juga perkataan kaum mu’tazilah, bahwa Dzat dan sifat merupakan sesuatu yang satu. Karena tidak boleh disandarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kecuali dengan qarinah.
120. Sedangkan tidak ada dalam kaum mu’tazilah dalil mengenai hal tersebut, karena tidak ada penolakan terhadap sifat jism.
121. Melalui pemikiran seperti inilah, tergelincir orang-orang nasrani (trinitas).
122. Ada tiga pendapat mengenai hal ini (Dzat dan sifat). Yang sebenarnya, hal ini tidak ada dalam bahasan agama.
123. Menurut Ibnu Rusyd perdebatan ini tidak penting, karena yang penting adalah bagaimana memberikan pemahaman ke masyarakat.
