
Halaqah Tasawuf: Keikhlasan Niat dan Hakikat Riya
Pada hari ini telah terlaksana halaqah tasawuf di Mesjid Abdurahman Ismail dengan mengkaji kitab Sirajut Thalibin jilid 2, yang di bimbing oleh Bapak Bashori, M. Ag.
Pemateri menyampaikan isi kitab bahwa ulama berbeda pendapat mengenai apakah setiap amal memerlukan niat ikhlas yang terpisah?. Ada yang berpendapat bahwa setiap amal harus disertai niat tersendiri, namun sebagian ulama lain membolehkan satu niat mencakup beberapa amal, terutama jika amal-amal tersebut saling terkait seperti wudu dan shalat.
Pembahasan kemudian berlanjut pada pertanyaan tentang hakikat riya: apakah seseorang yang beramal baik lalu mengharapkan manfaat duniawi dari Allah, tanpa meminta pujian manusia, tetap termasuk riya? Dalam kajian disebutkan bahwa hal tersebut tetap tergolong riya murni. Tolok ukur riya bukan kepada siapa manfaat itu diminta, tetapi pada niat yang mendasarinya. Jika tujuan amal adalah mencapai keuntungan dunia, maka amal itu dikategorikan tidak ikhlas, meski pelakunya tidak mengharapkan perhatian manusia.
Dari penjelasan ini, kita dapat memahami bahwa niat adalah pusat nilai amal, ia menentukan kualitas ibadah dan menentukan di terimanya di sisi Allah. Riya bukan hanya masalah pamer kepada manusia, tetapi juga mencakup setiap amal yang dilakukan demi tujuan duniawi. Karena itu, seorang dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan niat dan mengarahkan seluruh amalnya untuk mencari ridha Allah semata.
Dengan demikian, pentingnya kita memantapkan hati agar terus beramal dengan niat karena Allah semata.


