
Keteguhan Iman dalam Surah Yūnus Ayat 94–99
Rabu, 15 Oktober 2025, di bawah naungan senja yang hangat di lingkungan kampus, kembali terlaksana halaqoh rutin sore kajian tafsir di Masjid Abdurrahman Ismail. Halaqoh ini merupakan bagian dari tradisi ilmiah yang istiqamah dilaksanakan untuk menggali makna-makna Al-Qur’an secara mendalam melalui kitab Ṣafwah al-Tafāsīr karya ulama besar Syaikh ‘Alī ash-Shābūnī, yang du ampi oleh Prof. Dr. H. Abdullah Karim.
Materi kajian pada pertemuan sore itu disampaikan oleh Saudara Gusti Muhammad Dzaky Chandra, yang dipercaya untuk mengupas tafsir Surah Yūnus ayat 94–99. Dalam penyampaiannya, beliau menjelaskan bahwa rangkaian ayat ini berisi pesan yang sangat dalam tentang keteguhan iman, penguatan risalah Nabi Muhammad Saw. Menurutnya, ayat ke-94 bukanlah isyarat keraguan Rasulullah Saw terhadap wahyu, melainkan bentuk penegasan melalui gaya bahasa taqdīrī sebuah hipotesis yang menunjukkan kebenaran mutlak Al-Qur’an dengan membandingkannya kepada pengetahuan Ahlul Kitab.
Lebih lanjut, Kalimat “Jika engkau (wahai Muhammad) berada dalam keraguan, maka bertanyalah kepada orang yang membaca kitab sebelum engkau” sejatinya bukan perintah untuk mencari kebenaran dari mereka, tetapi untuk menunjukkan bahwa isi Al-Qur’an sejalan dengan inti wahyu yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Ini adalah bentuk pengokohan iman sekaligus pengajaran kepada umat bahwa kebenaran wahyu bersifat universal dan tidak bertentangan antara satu rasul dengan rasul lainnya.
Dalam sesi tanya jawab, muncul sejumlah pertanyaan kritis dari penanggap utama yang menggugah diskusi halaqoh menjadi lebih hidup. Beberapa di antaranya membahas apakah pada masa para nabi terdahulu juga terdapat keraguan di kalangan umatnya, serta bagaimana posisi Ahlul Kitab dalam konteks ayat ini, mengingat adanya hadis Nabi yang melarang umat Islam untuk membenarkan atau mendustakan isi kitab mereka secara mutlak.
Menanggapi hal itu, Prof. Dr. H. Abdullah Karim memberikan penjelasan bernas. Beliau menegaskan bahwa larangan Nabi Saw. kepada sahabat bukanlah untuk menutup dialog dengan Ahlul Kitab, tetapi untuk menjaga kemurnian pemahaman terhadap Al-Qur’an agar tidak bercampur dengan teks-teks yang telah mengalami perubahan. Nabi Saw. pernah mengingatkan sahabat agar berhati-hati dalam menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan riwayat Ahlul Kitab, sebab kebenaran sejati hanya bisa diukur dengan wahyu yang masih terjaga keasliannya. Di sisi lain, beliau juga membedakan antara kekufuran kaum musyrik dengan Ahlul Kitab; Ahlul Kitab mengimani Tuhan tetapi menolak kerasulan Muhammad Saw.