
Kajian Shahih Muslim: Perumpamaan yang Digunakan Nabi SAW untuk Orang Munafik
Pada hari Selasa, 7 Oktober 2025, telah dilaksanakan kegiatan Halaqah Sore di Masjid Abdurahman Ismail, Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Kegiatan ini merupakan bagian dari program rutin kajian hadis yang diadakan setiap pekan untuk memperdalam pemahaman mahasiswa dan jamaah terhadap Sunnah Nabi ﷺ. Kajian kali ini mengangkat tema “Perumpamaan yang Digunakan Nabi saw untuk Orang Munafik”, dengan pengampu utama Dr. Dzikri Nirwana, M.Ag., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin, dan juga para penyaji dari mahasiswa Program Khusus.
Pada halaqah kali ini, Dr. Dzikri memulai kajian dengan pembacaan hadis dari Shahih Muslim nomor 2784, yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā. Dalam hadis disebutkan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:«مَثَلُ الْمُنَافِقِ، كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً».
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Permisalan orang munafik adalah seperti kambing yang bolak-balik di antara dua gerombolan kambing; sesekali datang ke kelompok ini dan pada kesempatan lain datang ke kelompok yang satunya.” Hadis ini menggambarkan secara mendalam kondisi orang munafik yang tidak memiliki pendirian dan terus berada dalam kebimbangan antara dua kutub, yaitu iman dan kufur.
Selanjutnya, beliau menjelaskan korelasi hadis tersebut dengan firman Allah Swt. dalam Surah an-Nisā’ ayat 143:
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَٰلِكَ لَا إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ وَلَا إِلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian; tidak ke golongan ini dan tidak ke golongan itu. Barang siapa yang disesatkan Allah, maka engkau tidak akan mendapatkan jalan baginya.”
Dalam uraian beliau, Nabi ﷺ melalui hadis ini memberikan perumpamaan yang sangat jelas dan menggugah. Orang munafik diibaratkan seperti kambing yang kebingungan di antara dua kelompok kambing—tidak tahu mana yang harus diikuti. Demikian pula, orang munafik hidup dalam keraguan antara keimanan dan kekafiran. Mereka tidak benar-benar bersama kaum mukmin, karena hati mereka diliputi kebimbangan, dan juga tidak sepenuhnya bersama orang kafir. Zahir mereka tampak beriman, namun batin mereka terbelenggu oleh keraguan yang membuat mereka tidak konsisten dalam beragama.
Dr. Dzikri menekankan bahwa salah satu metode pengajaran Nabi ﷺ adalah menggunakan tamtsil (perumpamaan) untuk menjelaskan makna yang abstrak agar lebih mudah dipahami. Perumpamaan ini mengandung hikmah besar tentang bahaya sifat nifaq (kemunafikan) yang dapat menghapus nilai keimanan dan keikhlasan. Selain itu, beliau juga mengutip ayat lain dari Surah al-Baqarah ayat 14 dan ayat 16 sebagai penguat bahwa orang munafik sering kali menampakkan iman di hadapan kaum mukminin, tetapi menyembunyikan kekafiran ketika bersama golongan yang lain.
Dari penjelasan tersebut, dapat diambil beberapa faedah penting, antara lain: bahwa Nabi ﷺ mengajarkan dengan permisalan agar umat mudah memahami hakikat suatu sifat; bahwa orang munafik adalah mereka yang tidak memiliki keteguhan hati, ragu, dan berpaling dari kebenaran; serta bahwa Islam menegaskan pentingnya kejujuran dan keteguhan iman, baik secara lahir maupun batin. Kajian ini menjadi pengingat bagi jamaah agar senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari sifat nifaq dan diberi kekuatan untuk istiqamah di atas iman.
Sebagai penutup, Dr. Dzikri Nirwana, M.Ag. mengajak seluruh peserta untuk memperkuat keimanan dengan kejujuran, keikhlasan, dan konsistensi dalam amal saleh. Beliau menegaskan bahwa kemunafikan bukan hanya penyakit hati di masa Nabi ﷺ, tetapi juga bahaya laten yang dapat menjangkiti siapa pun yang tidak menjaga kemurnian niat dan keyakinan. Kegiatan halaqah sore ini kemudian ditutup dengan doa bersama dan harapan agar kajian hadis berikutnya dapat semakin memperdalam pemahaman umat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Sunnah Nabi ﷺ.