Kajian Ṣafwah al-Tafāsīr: Pelajaran dari Keimanan Firaun yang Tidak Diterima
Rabu, 29 Oktober 2025 kembali dilaksanakan halaqoh rutin kajian kitab Ṣafwah al-Tafāsīr, ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya yang membahas tafsir Surah Yūnus ayat 100–109, dan hari ini akan membahas tentang Balaghah , Faedah , dan Tanbih(peringatan) dari ayat tersebut. Halaqoh dibuka oleh pembimbing, Prof. Dr. Abdullah Karim, M.Ag., yang kemudian menyerahkan jalannya kegiatan kepada moderator untuk memandu kegiatan ini hingga akhir.
Pemateri, saudara Zulkifli menjelaskan kata “الآن وقد عصيت قبل” mengandung bentuk istifhām yang bermakna celaan dan penolakan terhadap keimanan yang datang terlambat. Kata “بورأنا .. مبرأ” menampilkan jenis-jenis isytiqāq, yakni permainan bunyi dari akar kata yang sama untuk memperindah bahasa. Sementara “كلمة ربك” merupakan kināyah yang menunjukkan ketetapan azali Allah atas kehancuran Firaun. Kata “ثم ننجّي رسلنا” digunakan fi‘il mudhāri‘ untuk menggambarkan peristiwa masa lalu seolah sedang berlangsung, agar terasa lebih mengancam. Adapun kata “ما لا ينفعك ولا يضرك” mengandung ṭibāq, yaitu antara makna manfaat dan bahaya, menegaskan bahwa selain Allah tidak memiliki kekuasaan apa pun.
Imam Fakhr al-Rāzī menjelaskan bahwa Firaun sempat menyatakan keimanannya sebanyak tiga kali, namun semua itu tidak diterima karena dilakukan ketika azab telah menimpanya dan dalam keadaan terpaksa, bukan atas pilihan yang tulus. Keimanan seperti itu tidak bermanfaat, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah bahwa iman yang datang setelah azab tidak lagi berguna. Para mufasir menambahkan bahwa Allah menyelamatkan jasad Firaun agar menjadi bukti nyata bagi kaumnya yang dahulu menganggapnya sebagai tuhan, sehingga manusia menyaksikan kehinaannya setelah sebelumnya diagungkan. Dengan demikian, tubuh Firaun menjadi pelajaran berharga bagi seluruh manusia tentang kehancuran orang yang sombong dan zalim.
Sebagai penutup, Prof. Dr. Abdullah Karim juga menegaskan bahwa Fir’aun terpaksa menyatakan beriman sebanyak 3 kali karena dirinya hampir mengalami maut. Berbeda dengan orang yang beriman terpaksa karena nikah atau hal lainnya, yang awalnya beragama selain islam, kemudian berislam karena ingin menikahi pasangannya. Karena dalam hal ini ia masih di berikan kesempatan untuk beriman yang sebenarnya tanpa adanya paksaan.



