
Kajian Ṣafwah al-Tafāsīr: Hidayah dan Keteguhan Tauhid
Rabu, 22 Oktober 2025, pukul 16.00–17.00 WITA, telah dilaksanakan halaqoh rutin dengan fokus kajian kitab Ṣafwah al-Tafāsīr. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dan kali ini membahas tafsir Surah Yūnus ayat 100–109. Halaqoh dibuka oleh pembimbing, Prof. Dr. Abdullah Karim, M.Ag., yang kemudian menyerahkan jalannya kegiatan kepada moderator untuk memandu hingga akhir.
Pemateri, Ahmad Husaini, memulai pemaparan dengan menjelaskan makna ayat “وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ”, bahwa tidak ada seorang pun yang dapat beriman kecuali dengan izin Allah SWT. Ayat ini menegaskan bahwa hidayah merupakan anugerah mutlak dari Allah, bukan semata hasil usaha manusia. Ia juga menjelaskan bahwa ayat-ayat berikutnya (101–103) berisi peringatan agar manusia memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah di langit dan bumi, serta ancaman bagi orang kafir yang tetap ingkar sebagaimana umat-umat terdahulu.
Selanjutnya, pada penjelasan ayat 104–107, pemateri menekankan keteguhan Nabi Muhammad ﷺ dalam bertauhid dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Frasa “فَعَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْتُ” menunjukkan pengkhususan makna tawakal hanya kepada Allah semata, karena segala manfaat dan mudarat berada dalam kekuasaan-Nya. Ayat ini menjadi penegasan penting tentang kemurnian tauhid dalam menghadapi berbagai bentuk kesyirikan.
Di bagian akhir, pembahasan berlanjut pada ayat 108–109 yang memuat perintah Allah kepada Rasulullah ﷺ untuk menyampaikan kebenaran kepada seluruh manusia. Barang siapa beriman, maka keimanannya bermanfaat bagi dirinya sendiri; dan barang siapa kafir, maka kerugiannya kembali kepadanya. Prof. Dr. Abdullah Karim, M.Ag., dalam penutupnya menegaskan bahwa ayat-ayat ini menunjukkan keseimbangan antara kehendak Allah dan usaha manusia, serta memuat wa‘īd (peringatan keras) bagi kaum musyrik. Beliau juga menjelaskan makna sifat ar-Raḥmān dan ar-Raḥīm, bahwa ar-Raḥmān adalah kasih sayang Allah yang berlaku di dunia bagi seluruh makhluk, sedangkan ar-Raḥīm berlaku di akhirat bagi orang-orang beriman.