
Kajian Tafsir:Nabi Nuh dan Nabi Musa dalam Berdakwah
Rabu, 24 September 2025 telah dilaksanakan kembali halaqah tafsir rutin di Masjid Abdurrahman Ismail, UIN Antasari Banjarmasin. Kajian ini membahas kitab Shafwat at-Tafasir karya Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni jilid pertama, dengan fokus penafsiran Surah Yunus ayat 71 hingga 81.
Kajian dimulai dengan kisah Nabi Nuh عليه السلام bersama kaumnya yang mendustakan risalah tauhid. Menyoroti keteguhan hati dan tawakal yang sempurna Nabi Nuh kepada Allah. Beliau tidak gentar menghadapi ancaman kaum yang mendustakan, bahkan menantang mereka untuk bersatu dan melaksanakan rencana mereka tanpa menunda sedikit pun. Sikap ini dipahami sebagai bentuk keyakinan penuh terhadap perlindungan Allah, sekaligus teladan bagi Rasulullah ﷺ dan umatnya agar tidak goyah dalam menghadapi penentangan dakwah.
Setelah Nabi Nuh, Allah mengutus para rasul lain kepada kaumnya masing-masing dengan membawa bayyinat, bukti-bukti yang nyata. Namun, banyak kaum yang tetap mengingkari risalah, sehingga hati mereka terkunci oleh sikap melampaui batas. Penegasan ini menjadi peringatan bahwa kesombongan dan pengingkaran adalah penyebab utama tertutupnya pintu hidayah.
Selanjutnya, kajian beralih kepada kisah Nabi Musa dan Harun ketika diutus kepada Fir‘aun dan para pembesar Mesir. Tanda-tanda kenabian yang nyata ditanggapi dengan kesombongan, bahkan dituduh sebagai sihir. Nabi Musa menegaskan bahwa kebenaran yang dibawanya tidak mungkin disebut sihir, karena Allah berfirman: “Wa lā yufliḥu as-sāḥirūn” (Tidak akan beruntung para tukang sihir). Fir‘aun berusaha mempertahankan kekuasaan dan tradisi nenek moyangnya dengan menolak kebenaran. Namun, Al-Qur’an menegaskan bahwa sihir tidak akan pernah berjaya, karena Allah akan selalu membatalkan tipu daya orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dari uraian ini, dapat di ambil pelajaran bahwa kisah para nabi bukan sekadar catatan sejarah, melainkan cermin bagi kehidupan beriman. Keteguhan Nabi Nuh mengajarkan keyakinan tanpa ragu, sementara perlawanan Nabi Musa menunjukkan bahwa kebenaran akan selalu menang meskipun awalnya dituduh sebagai kebatilan. Pada akhirnya, yang bertahan hanyalah risalah Allah, sedangkan tipu daya manusia pasti sirna.
Dengan demikian, kajian kali ini meneguhkan kembali pentingnya istiqamah dalam dakwah, keikhlasan dalam berjuang, serta kesadaran bahwa ujian penentangan adalah bagian dari sunnatullah. Kisah-kisah para nabi hadir bukan hanya sebagai penghibur bagi Rasulullah ﷺ, tetapi juga sebagai panduan moral dan spiritual bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman.