Meneguhkan Janji Allah dan Syukur atas Al-Qur’an: Halaqah Tafsir Surah Yunus Ayat 55-61
Banjarmasin, Rabu 28 Mei 2025. Pada hari ini telah dilaksanakan halaqah tafsir rutin di Masjid Abdurrahman Ismail, UIN Antasari Banjarmasin. Kajian ini mengkaji kitab Shafwat at-Tafasir karya Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni jilid pertama, dengan fokus pembahasan pada penafsiran ayat-ayat dari Surah Yunus ayat 55 hingga 61.
Kajian dimulai dengan pembahasan ayat “Ala inna wa‘dallahi haqq” yang menegaskan bahwa janji Allah tentang kebangkitan dan pembalasan adalah kebenaran mutlak yang tidak bisa dihindari. Namun, kebanyakan manusia lalai dan tidak mengetahuinya karena dominasi kelalaian dan keterbatasan akal. Penekanan ini menjadi pengantar untuk mengingatkan audiens tentang tanggung jawab manusia dalam menghadapi kehidupan dan akhirat.
Ayat-ayat selanjutnya menampilkan serangkaian peringatan keras kepada kaum musyrikin, terutama terkait tindakan mereka dalam menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa dasar wahyu, sebagaimana dijelaskan dalam ayat “Faja‘altum minhu haraman wa halala” yang dikaitkan dengan praktik jahiliyah seperti bahirah, sa’ibah, dan bangkai. Syaikh Shabuni, mengutip dari Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa pengharaman dan penghalalan tersebut merupakan bentuk kedustaan atas nama Allah, sebagaimana Allah berfirman: “Qulillahu adzina lakum am ‘alallahi taftarun?”Lebih lanjut, dibahas pula ayat “Wa ma zannu alladhina yaftaruna ‘alallahi al-kadhib yawma al-qiyamah?” yang menjadi peringatan keras bagi para pelaku kebohongan atas nama agama. Allah tidak akan membiarkan mereka tanpa perhitungan, bahkan mereka akan dihadapkan pada siksa yang berat di akhirat.
Tafsir juga menggarisbawahi betapa besar karunia Allah kepada manusia, baik berupa penundaan azab, pengutusan para rasul, maupun diturunkannya wahyu. Sayangnya, sebagaimana dikritik dalam ayat “Wa lākinna aktharahum lā yashkurun”, mayoritas manusia tidak mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.
Ayat-ayat terakhir dalam sesi kajian hari ini menyentuh aspek ketuhanan yang sangat mendalam, yaitu penegasan bahwa tidak ada satu pun amal perbuatan manusia, sekecil apa pun, yang luput dari pengawasan dan pencatatan Allah. Hal ini tersirat dalam firman-Nya: “Wa ma takunu fi sha’nin wa ma tatlu minhu min Qur’an wa la ta‘maluna min ‘amalin illa kunna ‘alaikum shuhudan idz tufiduna fih.” Allah mengetahui segala sesuatu, dari yang seberat zarrah hingga yang lebih besar darinya, dan semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata, yakni Lauh al-Mahfuz.
Al-Qur’an merupakan nasihat agung, penyembuh keraguan, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah: “Ya ayyuhan-nas qad ja’atkum mau‘izhah min rabbikum wa shifa’un lima fi as-sudur wa hudan wa rahmah lil-mu’minin.” Oleh karena itu, kita hendaknya bersyukur dan bergembira atas anugerah Al-Qur’an dan Islam, yang nilainya jauh lebih tinggi daripada segala kesenangan dunia yang fana. Dunia ini diumpamakan seperti sayap nyamuk, sebuah perumpamaan yang menunjukkan betapa kecil dan tidak berharganya dunia jika dibandingkan dengan akhirat. Perumpamaan ini bertujuan untuk mengajak kita memandang dunia dengan perspektif yang benar, yakni tidak membandingkan yang tidak sebanding dan mendekatkan hal-hal abstrak kepada hal-hal yang konkrit dan mudah dipahami.