
Kritik Al-Qur’an terhadap Keyakinan Tanpa Ilmu: Tafsir QS. Yunus Ayat 36–39
Rabu, 07 Mei 2025 kembai dilaksanakan halaqah rutinan, yaitu halaqah tafsir. Kajian tafsir hari ini membahas lanjutan dari Q.S. Yunus ayat 36–39 yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah SWT mengecam para penyembah berhala karena hanya mengikuti prasangka dan tidak menggunakan akal dan dalil yang sah dalam keyakinan mereka. Firman Allah:
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali prasangka saja. Sesungguhnya prasangka itu tidak berguna sedikitpun untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Yunus: 36)
Ayat ini menunjukkan bahwa keyakinan tanpa dalil hanyalah khayalan kosong yang tidak dapat menggantikan kebenaran. Allah mengecam mereka karena berpaling dari bukti-bukti kebenaran dan memilih kepercayaan palsu.
Selanjutnya, dijelaskan pula kemustahilan bahwa Al-Qur’an adalah buatan manusia:
وَمَا كَانَ هَٰذَا الْقُرْآنُ أَنْ يُفْتَرَىٰ مِنْ دُونِ اللَّهِ…
“Dan tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat-buat oleh selain Allah…” (Q.S. Yunus: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Muhammad SAW, melainkan wahyu yang menegaskan kebenaran kitab-kitab sebelumnya serta memuat penjelasan rinci tentang hukum-hukum agama.
Allah kemudian menantang orang-orang yang meragukan wahyu untuk mendatangkan satu surah seperti Al-Qur’an:
قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ…
“Katakanlah: Maka datangkanlah satu surah semisal ini…” (Q.S. Yunus: 38)
Tantangan ini membuktikan ketidakmampuan manusia dan jin untuk menandingi mukjizat Al-Qur’an, bahkan dengan bantuan siapa pun.
Penekanan penting juga diberikan dalam penafsiran terhadap sikap kaum musyrikin yang terburu-buru menolak Al-Qur’an sebelum mereka memahami kandungannya, sebagaimana difirmankan:
بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ
“Bahkan mereka mendustakan apa yang belum mereka ketahui ilmunya.” (Q.S. Yunus: 39)
Syaikh Al-Shabuni menjelaskan bahwa inilah bentuk kesombongan kaum musyrik yang serupa dengan umat-umat terdahulu. Mereka menolak sebelum memahami, dan akhirnya binasa karena kedurhakaan mereka.
Nilai Balaghah dan Gaya Bahasa: Kajian ini juga menyinggung beberapa aspek balaghah (keindahan bahasa) Al-Qur’an dalam ayat-ayat tersebut, seperti:
- Istiarah: “أخذت الأرض زخرفها” – penggambaran bumi dengan perhiasan diibaratkan seperti pengantin berhias.
- Tasybih: “كأنما أغشيت وجوههم قطعاً من الليل” – perumpamaan kegelapan yang menyelimuti wajah orang kafir.
- Iltifat: perubahan gaya bahasa dari orang ketiga ke orang kedua untuk mempertegas celaan terhadap kaum kafir.
- Jinas dan Tibaq juga dijelaskan untuk menunjukkan keindahan gaya bahasa yang memperkuat makna.
Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M.Ag menutup kajian dengan penegasan bahwa ayat-ayat ini menekankan pentingnya membangun keyakinan atas dasar ilmu dan akal, bukan prasangka atau warisan nenek moyang tanpa dalil. Al-Qur’an menuntun manusia untuk berpikir, merenung, dan menimbang kebenaran dengan adil dan jujur.