Kajian Tasawuf: Al-Hasan al-Bashri Menangis karena Kisah Hannād, Hikmah Ketakutan akan Hilangnya Makrifat

Jumat, 7 Maret 2025, halaqah rutin yang mengkaji kitab Minhāj al-‘Ābidīn kembali digelar. Kajian kali ini disampaikan oleh Auliya Rahmawati, mahasiswi PKU semester 4, di bawah bimbingan Ustadz Bashori, MA. Dalam pembahasannya, Auliya membacakan sebuah kisah yang menggugah hati tentang Al-Hasan al-Bashri dan Hannād, yaitu seseorang yang disebut sebagai orang terakhir yang keluar dari neraka.
Disebutkan bahwa Hannād mengalami siksa neraka selama seribu tahun. Dalam penderitaannya, ia terus-menerus menyeru, “Yā Ḥannān! Yā Mannān!” hingga akhirnya Allah mengeluarkannya dari neraka. Mendengar kisah ini, Al-Hasan al-Bashri menangis dan berkata, “Seandainya aku menjadi Hannād!” Pernyataannya membuat orang-orang di sekitarnya terkejut, hingga ia menjelaskan, “Bukankah pada akhirnya ia akan keluar?”
Ustadz Bashori menjelaskan bahwa seruan Yā Ḥannān, Yā Mannān merupakan bagian dari ism al-a‘ẓam (nama-nama Allah yang agung), yang menunjukkan pengakuan seorang hamba terhadap kasih sayang dan kemurahan Allah. Beliau juga menekankan bahwa ketika seseorang merasa hidupnya penuh kesulitan, hendaknya ia memperbanyak doa dengan menyebut nama-nama Allah, termasuk Yā Ḥannān, Yā Mannān.
Dari kisah ini, para ulama menarik hikmah bahwa ketakutan terbesar seorang mukmin bukan sekadar terhadap azab atau dosa, tetapi kehilangan ma‘rifat atau pengenalan terhadap Allah. Sebab, ma‘rifat adalah cahaya yang menerangi hati dan menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya. Oleh karena itu, Ustadz Bashori mengingatkan pentingnya berdoa dengan ayat berikut:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami.” (QS. Ali ‘Imran: 8)
Dalam Islam, terdapat tiga bentuk kesedihan utama:
- Takut amal tidak diterima.
- Takut dosa tidak diampuni.
- Takut kehilangan ma‘rifat terhadap Allah.
Namun, bagi orang yang ikhlas, semua kesedihan tersebut bermuara pada satu hal, yaitu kehilangan hubungan dengan Allah. Sebab, sebesar apa pun penderitaan, selama hati masih mengenal dan bergantung kepada-Nya, harapan tetap ada. Ustadz Bashori menegaskan, “Dengan ilmu dan iman, seseorang dapat berjalan di jalan kebenaran menuju Allah.”
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bahwa hubungan dengan Allah adalah karunia terbesar bagi seorang hamba, lebih berharga daripada kenikmatan dunia dan lebih mengerikan untuk hilang daripada sekadar azab akhirat. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya selalu menjaga imannya, memperdalam ilmunya, dan senantiasa memohon agar Allah menetapkan hatinya dalam hidayah.