Kajian Fiqih: Awal Waktu dan Ketentuan Mengusap Khuf

Banjarmasin, Kamis, 20 Maret 2025 telah dilaksanakan kajian fiqih bertema “Awal Waktu Masa Mengusap Khuf dan Ketentuannya” di Masjid Abdurrahman Ismail, UIN Antasari Banjarmasin. Kajian ini dibimbing oleh Ustadz Ghozali Mukri, yang membahas ketentuan awal waktu mengusap khuf dalam bersuci serta berbagai pandangan ulama mengenai permasalahan tersebut.
Dalam kajian ini, dijelaskan bahwa pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi‘i menyatakan bahwa masa mengusap khuf dimulai sejak seseorang mengalami hadas setelah mengenakan khuf, bukan sejak pertama kali memakainya. Hal ini karena mengusap khuf adalah ibadah yang dibatasi waktu, sehingga awal waktunya dihitung sejak saat diperbolehkannya melakukan ibadah tersebut, sebagaimana shalat yang waktunya dimulai sejak masuknya waktu.
Namun, terdapat pendapat lain dari ulama seperti Dawud, Ibnu al-Mundzir, dan Abu Tsaur yang menyatakan bahwa awal masa mengusap dihitung sejak mengenakan khuf. Pendapat ini juga dinilai lebih kuat oleh Imam an-Nawawi karena sesuai dengan hadis-hadis yang ada dalam masalah ini.
Selain itu, dibahas pula mengenai hukum memperbarui wudu bagi orang yang mengusap khuf. Menurut logika hukum, jika mengusap khuf memiliki batas waktu tertentu, maka memperbarui wudu tanpa sebab hadas seharusnya tidak diperbolehkan. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Ibnu ar-Rif‘ah menyatakan bahwa hal ini makruh, sementara Imam an-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab justru menyebutnya sebagai hal yang mustahab (dianjurkan).
Terkait dengan batas waktu mengusap khuf, bagi orang yang mukim, diperbolehkan mengusap selama sehari semalam, sedangkan bagi musafir, diperbolehkan selama tiga hari tiga malam. Namun, hal ini hanya berlaku bagi musafir yang perjalanannya bukan untuk maksiat. Jika seseorang bepergian untuk tujuan yang dilarang, seperti mengambil pajak secara zalim, menerima suap, atau melarikan diri dari tanggung jawab terhadap hak orang lain, maka ia tidak mendapatkan keringanan mengusap khuf selama tiga hari.
Dalam kasus seseorang yang bepergian untuk ibadah wajib seperti haji, ada dua pendapat mengenai apakah ia hanya boleh mengusap selama sehari semalam atau tidak mendapatkan keringanan sama sekali. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia tidak mendapat rukhshah karena mengusap khuf adalah keringanan yang tidak berlaku bagi pelaku maksiat. Namun, pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa ia tetap boleh mengusap khuf selama sehari semalam.
Kajian ini memberikan wawasan mengenai fleksibilitas hukum Islam dalam bersuci serta bagaimana perbedaan pandangan ulama dalam masalah fikih tetap berlandaskan dalil dan metode istinbath yang kokoh. Diskusi yang berlangsung juga menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dalam fikih merupakan bagian dari keluasan syariat, sehingga memberikan kemudahan bagi umat Islam dalam mengamalkannya sesuai dengan kondisi masing-masing.