“Meneladani Kisah Bal’am bin Baura’: Bahaya Keserakahan dan Pesan Ikhlas dalam Kajian Tasawuf Kitab Siraju At-Thalibin”
Banjarmasin (4/10/2024)— Mahasiswa dan mahasiswi Program Khusus Ulama kembali mengadakan kajian tasawuf di Masjid Abdurrahman Ismail. Pada pertemuan kali ini, kajian membahas kitab *Siraju At-Thalibin* yang dibimbing oleh Ustadz Bashori, M.Ag. Pertemuan ini dilanjutkan dari kajian sebelumnya, dimulai dari halaman 270, dengan pembacaan yang dipimpin oleh Saudari Maulida Azkia.
Dalam kajian tersebut, pembahasan utama adalah tentang kisah Bal’am bin Baura’, seorang alim di zaman Nabi Musa AS yang dikenal karena kedalaman ilmunya dan ketaatannya kepada Allah SWT. Allah menganugerahi Bal’am kemampuan melihat ‘Arasy Allah di langit. Namun, keistimewaan ini dicabut ketika Bal’am tergoda oleh kenikmatan duniawi.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, surat Al-A’raaf ayat 175:
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu.”
Dalam tafsir ayat tersebut, Ustadz Bashori menjelaskan bahwa Bal’am kehilangan maqamnya sebagai wali Allah dan Allah menjadikannya seperti anjing yang dihalau, sebagaimana disebutkan dalam lanjutan ayat:
“Maka perumpamaannya seperti anjing, jika engkau menghalaunya, diulurkannya lidahnya.”* (QS. Al-A’raaf: 179)
Lebih lanjut, Ustadz Bashori memberikan beberapa nasihat penting terkait pembahasan kisah tersebut. Beliau menekankan bahwa hati yang dipenuhi sifat kedengkian, kebencian, dan dendam akan menjadi pintu masuk bagi keburukan yang lebih besar. “Orang bisa kesurupan karena dalam hati masih ada kedengkian, kebencian, dendam, dan tidak menerima apa yang telah Allah tetapkan dalam hidupnya,” jelasnya.Ia juga mengingatkan agar umat Islam selalu ikhlas dalam menghadapi setiap ujian hidup, meskipun terasa berat. Menurutnya, ikhlas adalah kunci untuk meraih ketenangan batin dan keberkahan dari setiap rezeki yang diterima.
“Kalau kita mendapatkan sesuatu yang tidak enak, tekankan pada diri kita untuk tetap ikhlas,” tambah Ustadz Bashori.
Selain itu, ia menegaskan pentingnya bergantung hanya kepada Allah SWT dalam menjauhi kemaksiatan. “Tak ada kemampuan kita untuk meninggalkan segala kemaksiatan kecuali dengan kekuatan dari Allah.”Dalam kesimpulannya, beliau berpesan agar para peserta kajian menghindari keserakahan dan tidak berlebihan dalam mengejar kemewahan dunia. “Orang yang tasawuf itu adalah orang yang independen, tidak terikat dengan orang lain, dan hanya bergantung kepada Allah SWT,” tuturnya menutup kajian.
Halaqoh kajian tasawuf ini diakhiri dengan doa bersama, berharap agar seluruh ilmu yang telah dipelajari dapat membawa berkah dan bermanfaat bagi kehidupan. Pertemuan selanjutnya akan dilanjutkan pada halaman berikutnya dari kitab *Siraju At-Thalibin* di tempat yang sama.
