“Halaqah Tauhid: Menyingkap Hikmah di Balik Sebab-Akibat dan Manajemen Mental dalam Menghadapi Tantangan”
Banjarmasin (21/10/2024) – Mahasiswa dan mahasiswi dari Program Khusus Ulama kembali menggelar halaqah tauhid di Masjid Abdurrahman Ismail, di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Mujiburrahman, MA, Rektor UIN Antasari. Halaqah kali ini melanjutkan pembahasan dari kitab “Al-Kasyfu ‘an Manahijil Adillah fi Aqa’idil Millah” karya Ibnu Rusyd, yang mendalami argumentasi akidah secara rasional dan kritis.
Pada sesi tersebut, Ustadz Mujiburrahman menyampaikan beberapa poin penting terkait hubungan sebab-akibat dalam kehidupan. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah bahwa tidak semua hukum sebab-akibat dapat dikendalikan oleh manusia. Ini merujuk pada pembahasan Ibnu Rusyd yang menekankan bahwa mengatakan Allah hanya menjalankan kebiasaan melalui sebab-sebab tanpa pengaruh langsung dalam hasil adalah pendapat yang sangat jauh dari hikmah. Jika akibat bisa terjadi tanpa sebab-sebab itu, maka tidak ada hikmah dalam keberadaan sebab-sebab tersebut.Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa hubungan sebab dan akibat memiliki tiga kemungkinan:
1. Sebab-sebab ada karena suatu keterpaksaan, seperti manusia yang harus makan untuk bertahan hidup.
2. Sebab-sebab ada demi kebaikan yang lebih sempurna, seperti adanya mata pada manusia untuk memperbaiki penglihatannya.
3. Sebab-sebab ada hanya karena kebetulan, tanpa maksud atau tujuan. Jika kita menerima ini, maka segala sesuatu terjadi tanpa hikmah dan tidak menunjukkan adanya Pencipta.
Pada sesi halaqah tersebut, Prof. Mujiburrahman menegaskan bahwa segala upaya manusia, meskipun mungkin hasilnya tidak seperti yang diinginkan, tetap memiliki nilai di hadapan Allah. Beliau merujuk kepada firman Allah dalam surat An-Najm ayat 39: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” yang menegaskan bahwa setiap usaha yang dilakukan dengan ikhlas akan mendapatkan ganjaran dari Allah, walaupun hasilnya di luar kendali manusia.
Lebih jauh, dalam kitab yang dibahas, Ibnu Rusyd memberikan contoh bagaimana bentuk dan fungsi tangan manusia, dengan jumlah jari dan ukurannya, memiliki tujuan dan hikmah tertentu. Jika tangan manusia tidak dibuat sedemikian rupa, maka tidak ada bedanya manusia diberikan tangan atau cakar seperti binatang. Ini menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki hikmah yang melekat, yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, bukan semata-mata terjadi karena kebetulan.
Prof. Mujiburrahman juga menutup halaqah dengan penekanan pentingnya manajemen mental dalam menghadapi masalah. Setiap kegagalan atau kesulitan harus dihadapi dengan sikap tawakal, bahwa setelah segala usaha, hasilnya sepenuhnya adalah ketetapan Allah. Ini sejalan dengan pandangan tauhid yang memposisikan Allah sebagai pengendali tertinggi dalam kehidupan manusia.
Wallahu A’lam Bisshowab
