‘Am wa Dalalatihi
Banjarmasin, (30/10/23) halaqah bahtsul masa’il kembali dilaksanakan dengan mengangkat bahasan Konsep perbedaan pendapat. Materi pertemuan ini sendiri, dibawakan oleh Rizki Rahmadini, Nabila Rizqi, Marsa Rihadatul, Karimatunnupus, dibawah pengawasan Ibu Hj. Inawati, Lc., MA.
Pengertian ‘Am dalam Hukum Islam
‘Am adalah sebuah istilah yang memiliki arti keumuman dalam konteks hukum Islam. Dalam hukum Islam, istilah ini mencakup berbagai makna yang mencirikan sifat umum suatu perintah atau larangan. Ini sering digunakan dalam konteks perintah, larangan, atau ketentuan hukum yang bersifat umum dan mencakup banyak situasi atau individu. Dalam bahasa Arab, istilah ‘Am sering ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang mengandung hukum atau pedoman.L
• Lafadz ‘Am
Lafadz ‘Am merujuk pada kata-kata atau frasa-frasa tertentu yang mengandung keumuman makna dalam hukum Islam. Contoh penggunaan lafadz ‘Am dalam ayat Al-Qur’an atau hadits adalah frasa seperti “setiap,” “semua,” “kelompok,” “keseluruhan,” atau istilah sejenis yang menunjukkan keumuman. Dalam hukum Islam, frasa-frasa ini mengindikasikan bahwa suatu aturan atau hukum berlaku untuk semua individu atau situasi yang sesuai dengan kriteria yang dijelaskan.
• Bukti ‘Am
Dalam konteks hukum Islam, bukti ‘Am dapat tetap dalam bentuk yang umum atau bisa juga dispesifikasikan. Ini berarti, bukti ‘Am dapat diterapkan dalam berbagai situasi yang mencakup keumuman makna, atau bisa juga diikuti oleh spesifikasi yang lebih rinci. Ketika bukti ‘Am tetap dalam bentuk yang umum, itu mencakup seluruh kategori atau individu yang relevan. Sebaliknya, ketika bukti ‘Am dispesifikasikan, itu mengacu pada individu-individu tertentu yang memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan dalam hukum.
Adanya spesifikasi setelah bukti ‘Am bisa menjadi dugaan daripada kepastian. Sebagian besar ulama menganggap bahwa, ketika keumuman telah dispesifikasikan, apa yang tersisa dari individu-individu setelah spesifikasi adalah dugaan dan bukan kepastian. Ini disebabkan oleh kemungkinan bahwa spesifikasi lebih lanjut dapat ditemukan untuk individu-individu tertentu yang masih relevan setelah spesifikasinya. Oleh karena itu, keumuman dalam konteks ini seringkali bersifat spekulatif.
Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai apakah keumuman yang tidak dispesifikasikan bagi seluruh anggota kategori tertentu adalah kepastian atau dugaan. Mayoritas ulama, termasuk mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, berpendapat bahwa makna umum dari semua individu adalah dugaan. Alasan di balik pendapat ini adalah bahwa keumuman mencakup individu yang telah diberi spesifikasi, dan karena spesifikasi dapat ditemukan pada individu lain setelah spesifikasinya, maka makna umum tidak dapat dianggap sebagai kepastian, bahkan bersifat spekulatif.
Sementara itu, mazhab Hanafi memiliki pendapat yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa makna umum bersifat definitif jika tidak merinci beberapa bagian dari kategori tersebut. Mereka menganggap bahwa jika kata ‘Am disertai dengan bukti dugaan, tidak ada pertentangan antara hal yang umum dan hal yang khusus. Dalam pandangan mazhab Hanafi, bukti dugaan tidak meniadakan yang pasti, dan tidak ada pertentangan antara dugaan dan konklusi.
Perbedaan pendapat ini juga mencakup persoalan konflik antara hal yang umum dan yang khusus dalam konteks hukum Islam. Contohnya, mazhab Hanafi memiliki pandangan berbeda mengenai jumlah kuorum zakat hasil bumi dan buah-buahan daripada mayoritas mazhab. Ini adalah contoh bagaimana perbedaan pendapat dalam penafsiran ‘Am dapat memiliki dampak pada praktik hukum Islam.
• Takhshis ‘Am
Takhshis adalah cara untuk membatasi keumuman makna kata ‘Am dalam hukum Islam. Ini digunakan untuk menjelaskan atau membatasi makna umum yang terkandung dalam kata-kata ‘Am. Dalam konteks hukum Islam, Takhshis adalah metode yang digunakan untuk mengkhususkan hukum yang bersifat umum agar menjadi lebih rinci atau spesifik
