Masjid Pertama Di Dunia dan Qadha Sholat: Halaqah Hadis PKU

Terjemah Hadis

• Hadis Pertama:

Abu Kamil Al-Jahdari telah memberitahukan kepada kami, Abdul Wahid telah memberitahukan kepada kami, Al-A’masy telah memberitahukan kepada kami, (H) dia berkata, ‘Dan Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib telah memberitahukan kepada kami, mereka berdua berkata, ‘Abu Mu’awiyah telah memberitahukan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Dzar (Radhiyallahu Anhu) berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali dibangun di muka bumi?’ Beliau menjawab, “Masjidil Haram.” Aku bertanya lagi, ‘Lalu masjid apa lagi?’ Beliau menjawab, “Masjidil Aqsha.” Aku bertanya lagi, ‘Berapa (tahun) jarak (pembangunan) antara keduanya?’ Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Di mana saja tiba waktu shalat, maka shalatlah karena itu adalah masjid (tempat sujud).” Akan tetapi, di dalam hadits Abu Kamil disebutkan, “Lalu di mana pun tiba waktu shalat, maka shalatlah karena sesungguhnya itu adalah tempat sujud.”

• Hadis Kedua

Harmalah bin Yahya at-tujibi menceritakan kepadaku, Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, Yunus menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari said bin Al musayyab, dari abu Hurairah: sesungguhnya ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pulang dari perang khaibar, beliau terus menempuh perjalanan pada malam harinya sampai akhirnya ketika sudah mengantuk, maka beliau memutuskan untuk berhenti guna beristirahat. Beliau bersabda kepada Bilal,  “berjagalah kamu pada malam ini untuk kami “maka bilal melakukan salat sunnah yang mampu ia kerjakan. Sementara Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya tidur. Ketika waktu subuh sudah dekat, bila bersandar ke hewan tunggangannya sambil menghadap ke arah terbitnya fajar. Ternyata Bilal pun tertidur dalam keadaan bersandar di hewan tunggangannya. tidak ada satupun orang yang terjaga, baik Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Bilal, maupun salah seorang sahabat. Sampai akhirnya matahari pun menyinari mereka.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan orang pertama yg terjaga dari tidur. Beliau langsung berdiri (karena terkejut) sembari bersabda, “wahai Bilal” Bilal berkata, “aku bersumpah wahai Rasulullah, aku juga terkalahkan oleh kantuk sebagaimana yang anda alami.” Rasulullah bersabda, “tuntunlah [hewan tunggangan kalian] ” maka para sahabat menuntun hewan tunggangan mereka dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengambil air wudhu. Beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan iqomah salat sehingga Bilal pun melakukannya. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menunaikan salat subuh bersama para sahabat. Seusai menunaikan salat, Rasulullah bersabda “barang siapa lupa mengerjakan salat, hendaklah ia mengerjakan soal tersebut ketika ia ingat karena sesungguhnya Allah telah berfirman: dan didirikanlah salat untuk mengingatku (surah Taha [20]: 14)

Takhrij Hadis

• Hadis Pertama:

1. Al-Bukhari di dalam Kitab Ahadits Al-Anbiya, Bab: 1 (nomor 3366). Ditakhrij juga olehnya di dalam Kitab Ahadits Al-Anbiya, Bab: Qaulullah Ta’ala, “Wawahabnaa Li Daawuda Sulaimaan, Ni’ma Al-‘Abdu Innahu Awwaab.” (nomor 3425).
2. An-Nasa’I di dalam Kitab Al-Masajid. Bab: Dzikru Ayyu Masjid Wudhi’a Awwalan (nomor 689). Ditakhrij juga olehnya di dalam Kitab At-Tafsir Surah Ali Imran. Bab: Qauluhu Ta’ala, “Inna Awwala Baitin Wudhi’a Li An-Naas.” (nomor 89).
3. Ibnu Majah di dalam Kitab Al-Masajid wa Al-Jama’at. Bab: Ayyu Masjid Wadhi’a Awwal (nomor 753). Tuhfah Al-Asyraf (nomor 11994).

• Hadis Kedua:

 

1. Abu Daud (I/435),
2. At-Tirmidzi (V/3163)
3. Ibnu Majah (I/697).

 

Pembahasan Hadis

• Hadist Pertama

Dari hadis diatas merupakan bentuk hadis yang berbentuk informatif, yang mana Rasulullah menjelaskan bahwa masjid yang pertama kali ada dimuka bumi ialah masjidil haram kemudian masjidil aqsha. Hadis tersebut juga diperkuat dengan dalil al-qur’an:

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Ali-Imran:96)

Tafsir dari ayat ini sendiri mengatakan bahwa masjidil haram (Makkah) merupakan tempat ibadah pertama yang ada dimuka bumi, bukan merupakan bangunan yang pertama ada dimuka bumi. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,” Allah Ta’ala memberitahukan bahwa rumah pertama yang dibangun untuk manusia maksudnya untuk manusia secara keseluruhan untuk ibadah mereka, berthawaf di sana dan shalat menghadap kepadanya serta beri’tikaf di sisinya (adalah yang di Bakkah (yaitu Makkah)) maksudnya adalah Ka’bah. Ka’bah sendiri memiliki beberapa nama Nama lainnya adalah Bait Allāh (Rumah Allah), Bait al-‘Atīq  (Rumah Tua) yang  mana Ka’bah sendiri di bangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail atas perintah Allah SWT.

Mengenai mengapa disebutkan tadi bahwa ka’bah dibangun kembali?, ada satu pendapat yang mengatakan yaitu dari Yaqut Al-Hamawi (Ahli Sejarah dari Irak) menyatakan bahwa bangunan Kakbah berada di lokasi kemah Nabi Adam As setelah diturunkan Allah SWT dari surga ke bumi. Nabi Adam kemudian dianggap sebagai peletak dasar bangunan Ka’bah di bumi. Kemudian setelah Nabi Adam wafat, bangunan tersebut di angkat kelangit dan lokasi itu dari masa ke masa di agungkan dan disucikan oleh para Nabi.

Lalu, Pada di zaman Nabi Nuh as, Ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke Lembah gersang tanpa air yang ternyata di situlah pondasi Kakbah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan Kakbah di atas bekas pondasinya.

Lalu membahas masjid kedua yang dibangun dimuka bumi ialah masjidil Aqsha, jika dari menelaah secara tekstual dari hadis yang disebutkan, maka kita akan tahu bahwa antara Pembangunan  masjidil aqsha dan masjidil aqsha hanya terpaut jarak 40 tahun. Namun jikalau kita sering mendengar mengenai beberapa kisah/bacaaan tentang siapa yang membangun Masjidil Aqsha, maka kita akan mendapati bahwa Nabi Sulaiman lah yang membangun Masjidil Aqsa, hal ini juga sama seperti yang dipercayai oleh kaum yahudi bahwa dibawah Masjidil Aqsa tersebut terdapat Istana Nabi Sulaiman (The Temple King of Solomon). Tapi secara akal, jika melihat antara teks hadis tersebut, tak mungkin Nabi Sulaiman yang membangun Masjidil Aqsa karena, jarak umur antarta Nabi Ibrahim dan Nabi Sulaiman sendiri lebih dari 40 Tahun, Apalagi Nabi Adam ke Nabi Sulaiman?. Maka yang akan didapati adalah kejanggalan antara teks hadis tersebut dengan sejarah Pembangunan Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. Oleh karena itu kami mengutip jawaban dari Imam Ibnu Al-Jauzi yang mana menurut kami jawaban beliau cukup memuaskan, yaitu:

“Bahwa isyaratnya menunjukkan yang dibangun adalah fondasinya masjid , Nabi Ibrahim bukanlah yang pertama membangun Kakbah , dan Nabi Sulaiman bukanlah yang pertama kali membangun Baitul Maqdis. Kami telah meriwayatkan bahwa yang pertama kali membangun Kakbah adalah Nabi Adam, kemudian anak-anaknya menyebar di muka bumi. Maka, boleh jadi Sebagian mereka membangun Baitul Maqdis, kemudian Ibrahim yang membangun kembali Ka’bah menurut Nash Al Quran.”

Maka dari itu dapat diambil kesimpulan dari penjelasan tadi bahwa Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha sendiri dibangun pada masa-masa awal manusia ada di Bumi (Masa Nabi Adam As). Dan hal ini lebih masuk akal dan sesuai dari kandungan hadis diatas.

Lalu mengenai syarah dari Kalimat “Di mana saja tiba waktu shalat, maka shalatlah karena itu adalah tempat sujud”  Kami mengutip dari penjelasan Imam Nawawi didalam kitab Al-Minhaj yang mana maksud dari kalimat tersebut  disebutkan tentang diperbolehkannya shalat di berbagai tempat, kecuali tempat-tempat yang dikecualikan oleh syariat, seperti di kuburan dan tempat-tempat yang mengandung najis, seperti tempat sampah, tempat jagal, di kandang unta, di tengah jalanan, kamar mandi, dan yang lainnya. Sebab hal itu disebutkan dalam hadits-hadits beliau. Perkataan Ibrahim bin Yazid:

 

كُنتُ أَقْرَأُ عَلَى أَبِي الْقُرْآنَ فِي السُّدّةِ، فَإِذَا قَرَأْتُ السَّحْدَةَ سَجَدَ فَقُلْتُ لَهُ: يَا أَبَتِ أَتَسْجُدُ فِي الطَّرِيْقِ

“Dahulu aku membacakan Al-Qur’an kepada ayahku di pelataran masjid. Apabila aku membaca ayat sajadah, dia sujud. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai ayahku, apakah engkau juga sujud di jalanan?… lalu dia menyebutkan hadits yang ia dengar dari Rasulullah. Cara membaca kata as-suddah adalah dengan men-dhamah-kan huruf sin dan men-tasydid-kan huruf dal. Demikianlah bentuk redaksi yang tercantum di dalam kitab Shahih Muslim. Adapun di dalam kitab Sunan An-Nasa’I tercantum dengan kata, fii as-sakkah. Sedangkan di dalam iwayat yang lainnya disebutkan dengan kata, fii ba’dhi as-sukak. Hal ini sesuai dengan ucapannya, “Wahai avahku, apakah engkau juga sujud di jalanan?”

• Hadist Kedua

Dalam Mazhab Syafi’i menyebutkan bahwa seseorang wajib mengqadha salat fardhu (atau mengerjakan salat di waktu lain) yang ia tinggalkan. Apabila seseorang meninggalkan salat fardhu karena sebuah wudhu maka ia disunnahkan untuk segera mengqadanya. namun menurut pendapat yang shahih, iya juga dibolehkan untuk sedikit menunda pelaksanaan salat qadha tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh al-baghawi dan ulama yang lainnya, bahwa seseorang tidak boleh menunda pelaksanaan salat qada sekalipun ia meninggalkannya karena udzur. Menurut pendapat yang paling sahih, apabila seseorang meninggalkan salat bukan karena uzur syar’i, maka ia wajib mengqadha salat tersebut dengan segera tanpa harus menundanya. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ia tidak wajib mengqadha secara langsung bahkan ia diperbolehkan untuk menghindari terlebih dahulu

Apabila seseorang mengqadha salat fardhu, maka ia disunahkan untuk mengerjakannya secara berurutan. Seandainya tidak berurutan, maka sholatnya tetap dianggap sah menurut imam Syafi’i, sekalipun sedikit atau banyak yg diqadanya. Adapun mengqadha salat Sunnah rawatib terbagi menjadi dua hukum:

1. Tetap disunnahkan untuk mengqadha salat Sunnah tersebut dengan dalil sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam “barangsiapa lupa mengerjakan sebuah salat, hendaklah ia mengerjakan salat itu ketika ia mengingatnya.”
2. Tidak disunnahkan untuk mengqadha salat Sunnah rawatib

Dalam kalimat “maka para sahabat menuntun hewan tunggangan mereka dalam jarak yang tidak terlalu jauh” menunjukkan bahwa seseorang boleh tidak langsung mengqadha salat fardhu yang ia tinggalkan karena udzur syar’i. Adapun alasan lain Rasulullah menyuruh sahabatnya untuk berjalan terlebih dahulu, karena dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa tempat mereka berada ketika itu disebutkan oleh Rasulullah telah didatangi setan.

Dalam redaksi hadis nabi menyuruh bila untuk mengumandangkan iqamah salat di sini menunjukkan bahwa kumandang iqomah juga disyariatkan untuk salat yang dilakukan secara qada. namun dalam riwayat lain, pada hadis riwayat abuqodadah yang disebutkan bahwa agar seseorang tetap menggunakan azan untuk salat yang dikerjakan secara qada. Pendapat yang sahih menurut imam nawawi adalah pendapat yang menyebutkan bahwa seseorang tetap dianjurkan untuk mengumandangkan azan untuk salat yang ditunaikan secara qada. Ada dua komentar yang mengenai tentang adzan dan iqomah pada salat yang di qadha:

1. Pendapat pertama yang mengatakan bahwa sahabat itu tetap mengumandangkan adzan, namun perawi mengabaikan atau memang tidak mengetahui bahwa ada yang telah dikumandangkan.
2. Pendapat kedua, mungkin tujuan Rasulullah itu tidak lain untuk menunjukkan bahwa cara seperti itu juga boleh diterapkan sehingga dapat dipahami bahwa hal tersebut tidak memiliki hukum wajib, apalagi dalam kondisi berpergian

Dalam hadis ini juga dipahami bahwa salat yang dikerjakan secara qadha juga disunnahkan dikerjakan secara berjamaah.

Kalimat “من نسي الصلاة فليصليها اذا ذكرها” Dipahami bahwa muka dasar fardhu yang ditinggalkan hukumnya wajib baik itu secara udzur maupun tanpa ada udzur. Sebagian ulama mazhab az-Zhahiri menyebutkan bahwa seseorang tidak wajib mengqadha salat yang ditinggalkan karena uzur. Namun pendapat ini merupakan sebuah pendapat yang lemah dan bertentangan dengan pendapat para ulama. alasan mengapa kelompok ini berpendapat seperti itu, karena menurut mereka dosa meninggalkan salat masih jauh lebih besar hanya ditebus dengan mengqadha salat.

Ada seseorang yang mengatakan: bagaimana Rasulullah bisa tertidur sehingga tidak menunaikan salat subuh sampai matahari terbit? Padahal ada riwayat hadis yang menyebutkan, “sesungguhnya kedua mataku memang tidur, namun hatiku tidak tidur.” Ada dua alasan:

1. Pendapat yang paling sahih dan yang paling masyhur menyebutkan bahwa kedua riwayat hadits tersebut sama sekali tidak bertentangan. Karena sesungguhnya hati manusia menangkap hal-hal yang bersifat rasa. Tentu saja hati manusia tidak memiliki kemampuan untuk merasakan rangsangan berupa sinar matahari atau hal-hal lainnya yang hanya mampu ditangkap indra penglihatan. Pada kenyataannya, indra penglihatan beliau tidur, sementara yang terjaga adalah hatinya.
2. Sesungguhnya nabi memiliki dua macam kondisi dalam menjalani kehidupan sehari-hari: pertama, ketika mata beliau terpejam hati beliau juga ikut tidur. Kondisi inilah yang kebetulan terjadi pada peristiwa di atas. Kedua, ketika mata beliau terpejam, hatinya tidak ikut tidur. kondisi inilah yang sering terjadi pada berdiri beliau.