Kritik Epistemologi Kaum Sufi oleh Ibn Rusyd : Kajian Tauhid PKU
Banjarmasin, (04/0923) halaqah tauhid kembali dilaksanakan sebagai halaqah perdana di semester ganjil (2023/2024) bertempat di masjid Abdurrahman Ismail, Kampus 1 UIN Antasari Banjarmasin, Di bawah bimbingan Prof. H. Mujiburahman, MA. dengan kitab karya Ibnu Rusyd “Al-Kasyfu ‘an Maahij al-Adillah fii ‘Aqaid al-Millah” pada bagian Thariqah Sufiyah.
Penyampaian diawali mengenai pembagian pemahaman keagamaan di wilayah Arab dalam teologi dan cara berpikir nya. Kemudian dilanjutkan lagi dengan pengertian mengenai sufi, yang mana cara berfikir golongan ini adalah tidak menggunakan nalar, namun kebersihan hati. Dari sini (kebersihan hati) dapat memberikan pemahaman kepada Allah SWT.
Pemahaman kaum ini juga terkait dengan pengalaman yang dirasakan. Yang dalam hujjah golongan ini menggunakan banyak dalil, seperti Al-Baqarah (2/282), Al-‘Ankabut (69)
Ibnu Rusyd dalam kitab ini berkomentar, bahwa kebenaran seperti ini tidak bisa dirasakan oleh manusia secara umum (hanya bagi orang tertentu saja). Andai saja, cara sufi seperti ini dimaksudkan kepada seluruh manusia, maka batallah metode penalaran. Padahal manusia telah dikaruniai kemampuan bernalar, bahkan hal itu telah disebutkan dalam Al-Qur’an.
Ia juga mengatakan bahwa, memang benar kita harus mengendalikan syahwat, namun bukankah hal tersebut yang dapat mendatangkan ilmu. Sebagaimana kesehatan syarat belajar, namun tidak mendatangkan terhadap ilmu. Maka, menurut Ibnu Rusyd, dalam hal mencari ilmu memang ada syarat yang dipenuhi, tapi bukan syarat tersebut lah yang mendatangkan nya.
Inti dari pandangan Ibnu Rusyd ini adalah wajib nya penggunaan nalar dalam akidah, hal ini juga sejalan dengan kebanyakan kaum ahlu sunnah wa al-Jam’ah. Namun pengajar menyampaikan, bahwa menurut ulama lain (Al-Ghazali) bahwa boleh bertaqlid asal yang diikuti merupakan hal benar, karena tidak semua orang mampu melakukan nalar dalam berakidah. Sehingga sifatnya adalah anjuran.
Pengajar menyampaikan (mengutip pendapat para ulama, Al-Ghazali, Ibnu Araby, dll) bahwa dalam diri manusia terdapat dua pintu hati, yang mana satu menghadap pada hal-hal yang sifatnya dari berfikir atau nalar, sedangkan satunya lagi menghadap pada hal-hal yang gaib.
Menurut Ibnu Rusyd, dalam mencapai hal yang gaib ini setidaknya ada tiga hal, yakni:
Takhalli (Membersihkan diri dari sifat tercela
Tahalli (Mengisi diri dengan hal-hal terpuji)
Tawajjuh (Menghadapkan diri kepada Allah)
Sehingga, jika kita hanya menggunakan nalar maka kita akan menolak agama, karena agama berasal dari sesuatu yang gaib.
Wallahu A’lam bi Shawwab
