Penyaluran dan Investasi Harta Zakat : Kajian Bahtsul Masail Putri

Banjarmasin, Senin (08/05/23) kembali dilaksanakan halaqah bahtsul masa’il dibawah bimbingan Ibu Hj. Inawati, Lc. Ma. yang bertempat di balkon asrama 1 Ma’had al-Jami’ah, UIN Antasari Banjarmasin. Pada pertemuan kali ini, dibahas dua tema utama yakni Penyaluran zakat bagi mustahiq (fii sabilillah) dan Investasi Harta Zakat yang dibawakan oleh kelompok 7 dan 8.

1. Penyaluran Zakat Bagi Mustahiq (Fii Sabilillah)

Zakat secara bahasa ( زكاة ( adalah bentuk masdar dari kata dasar زكي) bersih). Zakat diterjemahkan menjadi “barakah” tumbuh, suci/bersih dan maslahat. Sesuatu itu dikatakan “zakat‟ berarti tumbuh dan berkembang.
Dalam kitab-kitab fikih, perkataan zakat diartikan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika pengertian ini dihubungkan dengan harta, secara
menurut islam harta tersebut (yang sudah dizakati) akan tumbuh dan berkembang, suci serta berkah.

Mustahik berasal dari kata haqqo yahiqqu hiqqon wa hiqqotan yang artinya kebenaran, hak, dan kemestian. Mustahik zakat yaitu orang yang berhak menerima zakat. Adapun orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan golongan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah/9: 60. Yang artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Maksud dari ayat diatas yaitu orang yang berhak menerima zakat ialah:
1) Orang fakir (al-fuqara), yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya,
2) Orang miskin (al-Masakin), orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan,
3) Pengurus zakat/panitia zakat (al-‘Amilin), orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4) Para muallaf yang dibujuk hatinya (al-Mu’allafah al-Qulub), orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5) Memerdekan budak (al-Riqab), mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6) Orang-orang yang berhutang (al-Gharimin), orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7) Pada jalan Allah (fi sabilillah), yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin, di antara musafirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8) Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil), orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat dan mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Kalimat sabilillah secara bahasa aslinya sudah jelas. Sabil adalah thariq atau jalan. Jadi Sabilillah berarti jalan yang mengantarkan kepada ridha Allah SWT. Terkait akidah maupun tindakan. Ada yang bilang sabilillah adalah ungkapan yang mempunyai arti umum dan mencakup semua perbuatan dengan
itikad baik, yang digunakan untuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ada juga mereka yang berpendapat bahwa kata Sabilillah memiliki arti khusus hanya untuk mereka yang berperang secara fisik mengangkat senjata.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa fi sabilillah berarti relawan yang berjuang di jalan Allah dan tidak menerima subsidi rutin dari pemerintah atau tidak
menerima sebagian dari gaji. Berikut beberapa pendapat para ulama:
1. Menurut Imam Syafi’I bahwa Fi Sabilillah diberikan kepada mereka yang ingin memperjuangkan kesejahteraan kaum miskin sama seperti orang kaya.
2. Imam Nawawi mengatakan bahwa Fi Sabilillah adalah orang yang berperang dan tidak dibayar, mereka berperang dengan suka rela.
3. Ibnu Qudamah berkata fi Sabilillah adalah relawan yang berjuang di jalan Allah tetapi tidak melakukannya menerima gaji dari negara.

Selain itu ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini yang mengatakan bahwa setiap orang yang berada dalam kebaikan, atau memperjuangkan kebaikan termasuk dalam fii Sabilillah. Meskipun begitu, Syekh Yusuf Qardhawi mengatakan tidak serta merta semua yang berada di dalam memperjuangkan kebaikan fii sabilillah, namun beberapa pekerjaan termasuk dalam fii sabilillah.

Selain itu, menurut pendapat ulama Saudi seperti Syekh Utsaimin mengatakan bahwa tentara juga masuk dalam fii sabilillah meskipun mereka telah menerima honor. Namun, menurut pendapat yang rajih, yang dimaksud fii sabilillah adalah orang-orang yang berperang, meskipun masih dalam status relawan.

2. Investasi Harta Zakat

Investasi zakat harta bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu investasi yang dilakukan oleh mustahiq zakat (orang berhak menerima zakat) setelah dia menerimanya, atau dilakukan oleh muzaki (orang yang berkewajiban membayar Zakat).

Dalam kebolehannya, ada perbedaan di kalangan ulama. Saat harta yang di investasikan sudah di tangan mustahiq, maka tidak ada larangan mengenai penginvestasikan harta tadi. Kemudian mengenai masalah harta yang di investasikan oleh muzakki, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, ada yang membolehkan hal tersebut dengan alasan kemanfaatan dan kebolehan mentakhirkan, namun mayoritas para ulama tidak membolehkan hal ini. Sedangkan saat hal tersebut di investasikan oleh penguasa ataupun amil zakat, juga terdapat perbedaan dikalangan ulama, namun mayoritas nya tidak memperbolehkan zakat yang di ta’hirkan.

Adapun ulama yang memperbolehkan investasi zakat dari ketiga golongan tadi adalah Syekh Mustafa Zarqa, sedangkan yang tidak memperbolehkan adalah Dr. Wahbah Az-Zuhaili.

Wallahu A’lam bi Shawwab

Daftar Pustaka

1. Tika Widiastuti, dkk., Handbook Zakat, Cetakan pertama .Surabaya: Airlangga University Press, 2019.
2. Ahmad Sudirman Abbas, Zakat: Ketentuan dan Pengelolaannya. Bogor: CV Anugrah Berkah Sentosa, 2017.
3. Malahayatie, “Interpretasi Asnaf Zakat Dalam Konteks Fiqih Kontemporer (Studi Analisis Fungsi Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat)”, Al–Mabhats: Jurnal Malahayatie, Vol. I. No.I
Tahun 2016.
4. Ahmad Sudirman Abbas, Zakat: Ketentuan dan Pengelolaannya. Bogor: CV Anugrah
Berkah Sentosa, 2017.
5. Muzayyanah, Heni Yuliati, Mustahik Zakat dalam Islam (Studi pendekatan Sosio Kultural
Masyarakat), al-Mizan, Vol. 4, No. 1, 2020.
6. Ahmad Imam Jazuli, “Makna Fisabilillah Sebagai Mustahiq Zakat (Studi Komparasi Antara
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Wahabi)”, dalam Journal of Islamic Business Law Vol. 5 Issue 1, 2021.
7. Amru, “Investasi dalam Pengelolaan Hara Zakat dalam Islam” , dalam Vol. 09, No. 2, Juli-Desember 2020.
8. Marseli, Anisa, dan Zainuddin, “Investasi Dana Zakat sebelum Didistribusikan kepada Mustahiq dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syari’ah” , dalam Vol. 6, No. 2, Desember 2020.
9. Palupi, Wning Purbati, “Harta dalam Islam (Peran Harta dalam Pengbangan Aktivitas Bisnis Islami)”, dalam Vol. 1, No. 2, 2013.
10. Fiqih Mu’assirah karya Syekh Yusuf qardhawi.