Kajian Fiqh : Pembagian Harta
Halaqah fikih kembali dilaksanakan pada Kamis (13/04/23) degan membahas mengenai pembagian harta mengenai kepemilikan bersama. Saat harta yang dibagikan tersebut bermasalah dalam hal pembagian nya, maka ada 7 syarat yang diperlukan bagi seorang pembagi, yakni
1. Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Memiliki sift adalah
7. Memiliki kemampuan untuk berhitung
Meskipun begitu, orang yang ditunjuk menjadi pembagi ini menjadi dua. Ada yang ditunjuk oleh qadhi, sehingga harus memenuhi syarat-syarat yang tujuh tadi dan ada yang ditunjuk oleh kedua pihak yang berselisih.
Dasar dari pembagian ini sendiri adalah Al-Qur’an, hadits dan kesepakatan umat (ijma). Dalam hadits misalnya, pembagian harta dicontohkan Nabi saw dalam hal ghanimah. Selain itu, dalam hal pembagian juga dicontohkan oleh para penerus Nabi yang empat (Khulafaur Rasyidin). Hal-hal inilah yang menjadi dalil dalam pembagian Nabi saw.
Pembagian sendiri bisa dilakukan secara langsung (bersama-sama). Namun kadang tidak bersama-sama (melibatkan orang ketiga), agar dapat lebih objektif dan tidak terjadi pertengkaran. Jika yang dipilih adalah yang kedua, maka disyaratkanlah syarat yang tujuh ini.
Mengapa seorang pembagi yang ditunjuk oleh hakim harus memiliki syarat yang tujuh tersebut? Hal ini dikarenakan, orang tersebut menjadi wakil (wilayah) dalam pembagian hukum tersebut. Wilayah dalam pengertian ini sendiri terbagi menjadi dua, ada wilayah ‘ammah (umum) dan ada wilayah khasah (khusus).
Qadhi misalnya, ia merupakan waliyyul amri, yakni orang yang memegang dalam hal yang sifatnya ‘ammah. Sedangkan wali yang sifatnya khusus, seperti orang tua yang menjadi wali bagi anak perempuan nya dalam pernikahan.
Sehingga apabila seseorang tersebut tidak memenuhi syarat yang tujuh tadi, maka dia tidak pantas menjadi pembagi dalam sengketa harta tadi.
Selain 7 hal tersebut, seorang yang membag juga harus paham mengenai mengukur, karena keduanya merupakan alat yang digunakan untuk membaginya. Imam Mawardhi dan Imam Baghawi juga menambahkan syarat, pembagi harus bersih dan tidak tamak (syarat moral).
Selain hal yang telah dibicarakan tadi, ada juga satu perkara yang bisa dijadikan syarat, yakni masalah qayyim (kemampuan seseorang untuk menaksir sesuatu). Kemampuan ini diperlukan saat sebuah barang nilainya tidak sama satu dengan lainnya, karena berbeda jenis dan sebagainya. Maka diperlukan berbagai penafsiran dan penilaian terhadap barang tersebut.
Pertanyaan nya sekarang adalah, apakah kemampuan menilai sesuatu menjadi syarat bagi seorang pembagi? ataukan hanya sebagai syarat saja?
Dalam hal ini sendiri ada dua pendapat, mengenai orang yang membagikan nya. Pendapat yang pertama, apabila orang ketiga dijadikan sebagai wakil maka syarat tersebut tidak perlu dipenuhi. Bahkan untuk hamba sahaya dan orang yang fasik.
Hal ini sebagaimana pendapat Imam Rafi’i, bahwa seorang wakil tidak perlu disyaratkan, sebagaimana disyaratkan nya terhadap wakil yang ditunjuk qadhi.
Namun berbeda, jika yang ditunjuk sebagai hakim tadi adalah hamba sahaya dan menyangkut jual beli, maka hukumnya tidak boleh.
Pendapat yang kedua yakni jika orang ketiga yang ditunjuk oleh kedua belah pihak hanya menjadi penengah atau hakim saja (tahkim). Maka al-Banadiji, Abu Thayib dan ulama-ulama lain di kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa seseorang tersebut harus tetap dibekali dengan syarat-syarat orang yang ditunjuk sebagai hakim.
Ibnu Sabbaq menyebutkan bahwa apabila kita tidak sependapat mengenai pembagian seperti di atas (dengan pengundian), maka tidak disyaratkan adanya syarat tersebut.
Pembagian yang dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga dengan sistem undian maka tidak disyaratkan yang demikian (‘adalah dan bukan hamba sahaya). Namun, ada juga pendapat lain yang menolak dari pendapat ini.
Dalam proses tahkim, muhamkam (orang yang ditunjuk) seyogyanya memiliki sifat-sifat yang ada dalam diri seorang hakim (syarat qadhi). Meskipun begitu, keputusan muhakkam tidak mengikat seperti keputusan hakim, kecuali ada unsur ridho di dalamnya.
Pembagi ataupun penilai dalam sebuah kasus seperti ini bisa saja tidak hanya satu orang. Sehingga bisa saling kerjasama dalam memilah dan menilai hal tersebut.
Wallahu A’lam
