Kajian Fikih: Perihal Sumpah
Kamis, 09 Maret 2023 di Masjid Abdurrahman Ismail telah berlangsung kajian halaqah Fiqih telah dilangsungkan. Adapun pembimbing kajian halaqah fiqih ini adalah KH. M. Ghazali Mukeri, Lc.
Pembacaan kitab pada pagi hari ini membahas mengenai hukum sumpah yang harus dilakukan oleh seorang terdakwa. Pembacaan nya dimulai dari matan ولا يحلفه إلا بعد س ؤال المدعي dalam matan Abu Syuja, yang kemudian diberikan penjelasan (syarh) oleh Imam Taqiyuddin dalam kitab yang digunakan, yakni kifayatul akhyar fii hali ghayati al-ikhtisar.
Dalam bahasan ini, dijelaskan bahwa ada prosedur yang harus dilaksanakan apabila meminta seorang terdakwa untuk bersumpah. Yakni dengan cara, seorang hakim meminta terdakwa bersumpah sebelum berdasarkan apa yang telah diminta oleh pendakwa.
Namun, apabila seorang terdakwa bersumpah sebelum diminta hakim, walaupun penuntut meminta terdakwa untuk melakukan sumpah maka tetap tertolak secara hukum, karena tidak mengikuti prosedur. Fungsi hakim sebagai penengah, oleh karena itu dilarang mendahului hakim.
Jika seorang penuntut membebaskan terdakwa untuk melalukan sumpah, maka tuntutan yang diajukan di awal gugur. Tapi penuntut masi bisa menuntut sesuatu hal yang baru lagi, dan meminta terdakwa bersumpah. Ada juga ulama lain yang berpendapat tidak ada pengajuan tuntutan ulang baru untuk si terdakwa. Di Indonesia sendiri, kebanyakan dari kita memakai metode yang pertama, dimana pendakwa atau penuntut dibolehkan menuntut kembali terdakwa dengan pasal atau kesalahan lainnya. Bahkan tidak jarang, seseorang dituntut dengan pasal berlapis.
Dalam konteks keadilan, seorang hakim tidak boleh menyarankan ataupun mengusul untuk si penuntut melakukan sumpah, karena hakim tidak berada dipihak manapun (sebagai penengah). Jika dalam sebuah persidangan ada saksi, maka seorang hakim juga tidak diperbolehkan menekan dan mempengaruhi saksi seperti ( menatap dengan sinis dan penuh ancaman, dll).
Sebagai pemberi keputusan, seorang hakim juga tidak boleh mengajari kepada penuntut ataupun yang dituntut dengan berbagai kalimat dalam masa persidangan. Hal ini terjadi karena, dikhawatirkan akan merugikan salah satu pihak. Diantara contoh kalimat yang bisa digunakan adalah kamu harusnya menuntut dia dengan hal ini, nanti kamu harusnya begini ataupun begitu, dll. Namun ada yang berpendapat hal seperti ini dibolekan saja dengan catatan tidak merugikan salah satu pihak.
Jika dalam proses persidangan seorang terdakwa menolak untuk bersumpah ketika diminta bersumpah oleh hakim karena penuntut memintanya, maka hakim boleh membimbing tersangka agar berani bersumpah. Hakim juga boleh mengarahkan seorang saksi, supaya saksi berani memberikan kesaksian. Tetapi tetap kembali dan berpegang ke peraturan sebelumnya, yakni hakim tidak boleh mempengaruhinya, hanya boleh dalam batasan membimbing agar berani saja.
Wallahu A’lam
