Halaqah Tauhid

Prof Mujiburrahman kembali mengisi kajian halaqah tauhid di masjid Abdurrahman Ismail dengan kitab Al-Kasyf ‘an Manaahij al-Adillah fii ‘Aqaaid al-Millah (20/03/23). Halaqah pagi Senin kali ini membahas tentang bagian-bagian dimana pengarang kitab (Ibnu Rusyd) memberikan kritikan terhadap beberapa aliran teologi. Diantaranya adalah kritikannya terhadap aliran Asy’ariyah.

Ibnu Rusyd mengatakan bahwa aliran Asy’ariyah merupakan aliran yang berpendapat mengenai Tuhan dengan nalar atau akal. Namun ia mengkritik bahwa golongan ini memakai dalil nya tidak sesuai dan tidak mengikuti syariat agama. Salah satu contoh dalil rasional yang dikritik Ibnu Rusyd adalah mengenai huduts atau baru nya alam semesta ini, yang secara otomatis menyebutkan bahwa alam yang baru tercipta menghendaki adanya pencipta. Ibnu Rusyd mengkritik hal ini, ia beranggapan bahwa dalil ini tidak rasional, karena tidak menunjukkan kepada wujud dari Allah Swt. Hal ini disebabkan dalil baru nya alam semesta tidak bisa dipahami kecuali oleh orang-orang yang ahli dibidangnya. Sehingga menurut Ibnu Rusyd, dalil seperti ini bukanlah dalil yang meyakinkan.

Ia menjelaskan, jika alam ini diciptkan baru (berasal dari ketiadaan), maka mau tidak mau akan menimbulkan keraguan mengenai yang menciptakannya. Yang jika kita pahami, ilmu tauhid (kalam) haruslah terlepas dari keraguan ini. Pada akhirnya hal ini menimbulkan hipotesis baru, apakah penciptanya baru atau tidak? jika dikatakan tidak baru, maka objek yang diciptakannya tidak baru juga. Hal ini dikarenakan, sesuatu yang baru seharusnya diciptakan dengan perbuatan yang baru juga. Meskipun begitu, perlu diingat secara baik, bahwa apa yang dikomentari oleh Ibnu Rusyd disini titik utamanya terhadap argumen baharu alam.

Dalam persoalan ini, kelompok ahli tasawuf mengatakan bahwa penciptaan alam semesta ini tidak bisa dikenal dan bersifat misterius. Sedangkan ahli kalam menjawab, bahwa perbuatan yang baru itu adalah dengan keinginan yang qadim, dan keinginan itu bukanlah perbuatan yang terhubung dengan objek. Maka berdasarkan hal tersebut, jika objek itu baru maka wajib menghubungkan dengan akal yaitu objek yang baru seharusnya diciptakan dengan yang baru juga.

Wallahu A’lam